40
DAYS IN EUROPE
KARYA : Maulana M. Syuhada
Selamat pagi dunia, mencoba produktif kali ini aku akan
mencoba mereview sebuah novel yang menurut aku bagus dan menginspirasi (wkwk
karena kebetulan aku bacanya ini). Diungkit dari kisah kelompok musik Indonesia
menaklukan daratan Eropa, novel ini menceritakan perjuangan grup music angklung
dari Bandung yang dengan dana yang minimum dapat sukses roadshow di daratan eropa.
Sedikir menceritakan profil penulis, Kang Maul (sapaan akrab
penulis) adalah seseorang lulusan Teknik Industri ITB 2001, ia lalu pergi ke
Jermanuntuk melanjutkan pendidikan master di bidang Manajemen Produksi di
Technische Universitaet Hamburg – Harburg. Kang maul adalah seorang aktivis.
Ya, lebih tepatnya aktivis seni. Baik semasa SMA di SMA 3 Bandung, Kuliah di
ITB , sampe S2 di Jerman tak ada sedikitpun waktu dilalui tanpa pagelaran seni
yang diikuti olehnya. Ya dia memang pecinta seni sejati, khususnya seni sunda. Aku
yang bahkan bukan orang sunda sedikit demi sedikit tertarik dengan kesenianya,
terutama Angklung. Dimana alat yang terbuat dari potongan bambu ini bisa
menghasilkan pertunjukkan yang luar biasa dengan nada – nada yang hebat. Angklung, alat musik luar biasa yang
mengkolaborasikan ritme, kekompakan, dan timing
yang tepat.
“ Untuk 35 orang saudaraku yang senantiasa percaya akan kekuatan
ikhtiar, keajaiban doa, dan kebesaran Tuhan.
Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Dengan kerja keras, doa ,
dan pertolongan- Nya, segala yang tak mungkin bisa menjadi mungkin.”
Tulisan Kang Maul di halaman pertama bukunya, yang akhirnya
ketika aku selesai membacanya perlahan aku mulai mengamini kalimat itu. Bagaimana perjuangan mereka untuk menghadapi
berbagai kendala yang dihadapi mulai dari waktu latihan, dana kegiatan, hingga
perizinan dari satu negara ke negara lainnya. Rangkaian konser yang diberi nama
ESA (Expand the Sound of Angklung)
ini menceritakan secara lengkap bagaimana tim Angklung dari SMA 3 dan para
senior alumni yang ikut bergabung dalam tim ini secara bahu membahu saling
berjuang demi mewujudkan mimpi mereka keliling Eropa. Aku yang dari dulu
bermimpi pengen ke Eropa jadi terbawa suasana menegangkan dari setiap halaman
demi halaman dari buku ini.
Sedikit me review cerita, Kang maul yang seperti aku katakana
tadi adalah seorang mahasiswa program master pada salah satu kampus di Jerman.
Ya walaupun kesannya mahasiswa program master tapi tetap saja kang maul ini
masih menerapkan pola hidup anak – anak S1 ala perantauan. Hehe, ini kualami
banget, dimana prinsip pengetatan budget
adalah prinsip utama setelah sholat 5 waktu. Ya kang maul juga sama, walaupun
embel – embel kualiah luar negeri tapi kehidupan tetap sama saja, no foya-
foya, no hedon, and keep the money still balanced. Di Jerman kang maul juga
sering tampil dalam acara – acara atau pekan seni budaya Indonesia yang biasaya
diadakan Kedubes Negara – negara atau bahkan kota – kota yang bersangkutan.
Kang maul juga sering melamar kerja sampingan untuk membiayai kehidupan
kuliahnya, wkwk benar – benar sebuah perjungan. Gak semua kerja sampingan itu
enak, ya walaupun dapet uang tapi juga menguras tenaga dan hati, hehe. Seringkali
dia ditolak buat ngelamar proyek ataupun pekerjaan sampingan buat mahasiswa di
Jerman (namanya aku rada lupa maafkeun). Tapi dia selalu aja daftar lagi,
daftar lagi, kalau kata kang maul, begitulah mental mahasiswa, seperti halnya
cinta sudah ditolak berkali – kali masih saja menaruh harapan. .
Singkat cerita 9 kota tujuan tour de Europe ini mendapatkan sinyal hijau. 9 kota ini meliputi
tiga buah kota festival (Aberdeen, Cerveny Kostelec, dan Zakopane) dan enam
buah kota konser (Bremen, Berlin, Brussel, Praha, dan Muenchen). Ohiya,
festival dan konser maksudnya, kalau festival adalah negara yang kebetulan pada
saat itu mengadakan festival budaya di salah satu kotanya dan kita dapat turut
hadir meramaikan pagelaran musikal nya, sedangkan konser adalah kota yang kita
datangi untuk keperluan kita sendiri mengadakan pagelaran musik. Biasanya
festival sudah dibuka pendaftrannya jauh – jauh hari. Dan untuk konser hanya
sebagai kota – kota buffer (penyangga) untuk keberangkatan dan mengisi jeda
kosong dari satu kota festival ke kota festival yang lain. Ohiya walaupun saya
langsung loncat ke ktoa – kota yang akhirnya tim ESA 2 dapatkan, tapi
sebenarnya perjuangan mereka mendapatkan konfirmasi antar kota tak sesingkat
yang saya ceritakan, dan malah menjadi hal yang seru. Kang Maul yang notabene
satu – satunya anggota tim yang tinggal di Eropa lah yang harus bersusah payah
mengontak dan konfirmasi satu persatu kota tujuan. Lucunya, seringkali dia
harus berangkat ke negara – negara tujuan tersebut untuk mendatangi pihak
panitia dan EO yang sanggup mengani mereka, dengan tetap memepertahankan
prinsip PENGETATAN BUDGET. Sementara kak desiree yang di Indonesia mengurus
visa anak – anak ESA yang bolak – balik Jakarta – bandung yang dulu belum ada
kereta. Ohiya sebelumnya mengapa tadi tertulis tim ESA 2 , karena tim ESA
pertama juga sudah pernah ada. Dan itu waktu kang Maul amsih kuliah di ITB,
hanya saja daftar tour eropanya lebih sedikit daripada yang tim ESA 2 kali ini.
Dan akhirnya dimulailah pertualangan menjelajah kota – kota tujuan
ini. Canda , tawa, haru, panik, marah, kesal bercampur jadi satu pada rangkaian
tur tersebut. Dan asal tahu saja mereka berangkat dengan dana jauh memenuhi target
tersenlenggaranya acara. Ya kalua kata orang Surabaya Bonek aja (Bondo Nekat).
Dari masalah barang – barang yang overload dan harus dikirmkan kemudian hari
padahal besok nya mereka ada konser perdana, dari Peti Bass Betot yang harus
ditinggal di salah satu kota karena tidak bisa memasukan ke bis, berganti
kostum di Bisk arena dikejar – kejar waktu, hingga acara pengucapan janji cinta
di bawah Menara Eiffel saat tur di Paris. Dan di novel ini cerita dan masalah akan
sangat amat kompleks lagi dan mendebarkan.
Pada saat mereka menyelesaikan semua tur, sesaat semuanya
tampak sudah selesai. Tapi sebenarnya jauh dari itu semua proses yang memakan
emosi dan hati itulah yang mengajarkan mereka banyak hal. Mereka yang bernagkat
dengan DEFISIT besar pulang dengan SURPLUS besar. Surplus itu sebagian besar
bukan uang, melainkan pengalaman hidup yang sangat dikenang. Sepanjang kita
masih percaya akan keberadaan –Nya , sepanjang itulah kesempatan selalu
terbuka. Jika Tuhan berkehendak, dengan perjuangan dan keyakinan tinggi, bukit
seterjal apapaun bisa didaki!.
Sekian review dari saya, direkomendasikan untuk lebih
membaca bukunya disbanding percaya kata – kata reviewers ini.Terakhir saya
kutip kalimat dari Kang maul sebagai penutup review novel ini.
“ Jika mereka tahu
bahwa di Bandung biasanya kami makan lagsung dengan tangan bukan garpu dan
pisau yang ribet seperti ini. Dan bagi saya itulah cara makan paling nikmat
sedunia. “ –Maulana M. Syuhada
Bagikan
Review Novel : 40 DAYS IN EUROPE
4/
5
Oleh
Anggi Renaldy
kritik sarannya sangat membantu Saya dan Anda berkembang menjadi lebih baik lagi.