#30HariBercerita
Part 1 — Cerita Awalku
“Masa SMA adalah masa yang tidak akan terlupakan”
Mungkin perkataan ini benar adanya, aku mengalami begitu banyak warna-warni pengalaman hidup yang baru semasa SMA. Mencoba menjadi pribadi yang lebih baik dan matang ke depannya. Pergolakan batin mulai dari kebahagiaan hingga keharuan lengkap mewarnai lika-likunya. Aku sadar fase bertumbuhku di sini. Berubah dari remaja yang masih ragu-ragu menjadi seorang muda yang mencari jatidirinya.
Sekolahku bernama SMA N 1 Rembang. Seperti tidak ada perubahan antar nama SMP ku yang berbeda hanya satu huruf di akhir yang berubah. Bahkan sekolahku ini pun dua-duanya bersebelahan hanya dipisahkan oleh kali yang bermuara di pesisir laut lepas. Aku masuk melalui serangkaian tes, hal ini wajar karena SMA ku merupakan salah satu favorit di daerahku. Jika ditanya kenapa memilih SMA ini? selain alasan yang sudah dijabarkan di kalimat sebelumnya, hal lain adalah ‘dekat’ sebuah hal yang sudah sangat mengakar dalam pemilihan sebuah sekolah di keluargaku. Sebenarnya aku bisa saja memilih SMA yang berada di luar kabupaten dan notabene lebih unggul daripada sekolahku ini, hanya saja aku sendiri yang menolaknya karena berbagai pertimbangan, salah satunya faktor adaptasi dan pertemananan.
Hari itu serangkaian tes dimulai, mulai dari tes akademik hingga TPA dan juga bahasa inggris. Namun, ada juga yang tak perlu jalur tes karena sudah memiliki prasyarat masuk yang lengkap terutama piagam penghargaan. Aku lupa aku berada di peringkat berapa saat lolos tes ini semua, yang aku ingat ya hanya prosesnya. Merasa seperti berada di sebuah ruangan yang bersaing dengan ratusan calon siswa lainnya, seperti sebuah pengalaman baru. Belajar berkompetisi dan meyakinkan diri bahwa aku adalah salah satu yang terbaik ternyata bukan hal yang mudah, apalagi denganku yang sangat jarang ditempat dengan proses tersebut. Ya, walaupun pernah mengikuti lomba akademik hanya saja feeling saat itu aku merasa aku harus benar-benar serius agar bisa lolos tes SMA nya.
Akhirnya aku resmi menjadi siswa disana. Ya, aku dan glory yang akhirnya lanjut ke sekolah ini walaupun kami berempat (read: the rangers) sudah berjanji akan meneruskan ke sini. Riyan harus melanjutkan ke pondok pesantren sedangkan Febi memutuskan untuk ke sekolah kejuruan di Salatiga.
Tahap pertama adalah proses matrikulasi terutama dalam aspek bahasa inggris yang dikemas dalam sebuah kegiatan bernama English Camp. Ya, SMA ku dulu masih berstandar RSBI sehingga sejujurnya secara pengajaran dituntut ke arah bilingual. Pertama-tama kami dikumpulkan serentak semua siswa untuk pengumuman dan pembagian kelompok belajar. Aku hanya bisa memperhatikan saja. Teman-temanku banyak yang sudah saling kenal sebelumnya, terutama yang berasal dari satu SMP yang sama. Tidak lain dan tidak bukan SMP Favorit pada tahap sebelumnya yang hampir mendominasi 50% lebih siswa disini. Semua orang sudah memiliki jokes masing-masing untuk bercanda dengan satu sama lain terutama inside jokes komunal dari kelompok yang berasal dari satu SMP. Aku? kembali mencoba menjadi seorang pengamat kehidupan, canggung, namun sesekali membuang malu dengan bercakap kepada satu per satu orang yang ada di sekitar.
Akhirnya semua rangkain selesai, setelah proses matrikulasi yang panjang, diselingi persami (perkemahan sabtu-minggu) dan juga MOS (Masa Orientasi Studi) akhirnya tibalah saat-saat untuk masuk ke masa pelajaran. Aku ditempatkan ke kelas yang notabene suasana baru bagiku, walaupun ada beberapa teman yang berasal dari satu SMP yang sama, namun karena saat itu aku hanya punya teman dari kelas imersi saja,sehingga proses perkenalan harus dimulai lagi walaupun notabene kita satu asal sekolah hanya beda kelas. Sepertinya saat itu, aku ditempatkan di kelas yang rata-rata memiliki tingkat intelegensi yang cukup bagus. Rasa minder sempat menyerbak di awal-awal. Tapi, aku sudah bertekad disini aku akan menjadi pejuang, bukan pecundang. Akhirnya genderang perjuangan pun ku tabuh ketika pertama kali menginjakkan kaki di kelas.
Aku merasakan kenyamanan berada di kelas ini ketika lama-kelamaan sudah mulai kenal dengan seluruh anggota kelas yang ada. Ya, awalnya memang malu-malu sampai dimana akhirnya udah biasa malu-maluin di kelas. Kami cukup low-profile dan tidak ada geng khusus yang biasanya ada di kelas-kelas. Kami mulai kompak dengan berbagai mata pelajaran, kegiatan-kegiatan sekolah seperti jalan sehat tiap sabtu dan juga agenda class-meeting yang semakin membuat kompak. Apalagi ada satu agenda yang memaksa kami berakselerasi dalam ikatan kekompakan yaitu ketika event tahunan sekolah kami yaitu pameran & stand diadakan saat baru beberapa bulan kami bersekolah, yaitu Smansa Fair. Sekali lagi aku mencoba untuk berkontribusi semaksimal mungkin di kelas dalam menyalurkan ide dan gagasan terkait kegiatan yang akan dihadapi. Sederhana, karena aku nyaman di kelas ini. Salah satu kejadian lucu yang paling aku ingat, saat aku terpaksa harus mengikuti kontes fashion show saat hari Kartini, namun tiba-tiba melarikan diri mengikuti lomba tarik tambang dengan teman-teman lainnya dengan masih berpakaian rapi ala fashion show.
Akhirnya masa-masa indah itu selesai, kami harus berpisah ke kelas XI karena terpaksa mengikuti program penjurusan studi. Aku masuk ke program studi IPA walaupun secara placement test disarankan masuk ke IPS karena faktor potensi yang ada. Masuk IPA bukan sebuah pilihan saat itu tapi sebuah kewajiban karena faktor historis keluarga.
Teman baru, lingkungan baru, suasana dan suhu yang baru menginjak kaki di kelas ini. Sebenarnya hal yang paling aku sadari merasa kehilangan adalah ternyata aku tidak bisa bersama sekelas dengan perempuan yang aku suka. Ya, aku merasa di tahap SMA ini akhirnya dapat merasakan sebuah ketertarikan dengan lawan jenis yang tidak sekedar ego semata namun juga rasa nyaman terhadapnya. Panjang rasanya jika dijelaskan, cuman fase cinta di SMA adalah salah satu momen yang paling tidak bisa dilupakan di sini.
Kelas 11 aku beranjak mengikuti OSIS, ya sebenarnya keberaktifanku di SMA sudah dimulai sejak aku mengikuti keanggotaan MPK saat kelas X. Pun beranjak naik kelas dan menjadi ketua kelas. Lalu pada saat kelas XI itu akhirnya aku ditarik secara close recruitment oleh teman-temanku untuk bergabung ke OSIS. Awalnya aku agak berpikir lama, karena ketika aku lanjut MPK saat itu maka kemungkinan besar aku akan diamanahi sebagi ketua MPK, dikarenakan peran dan sisa anggota yang aktif saat itu. Namun aku melihat sebuah wadah pengembangan yang potensial di OSIS dan juga kedekatan dengan teman-teman yang sudah kukenal sejak kelas X . Maka aku memilih bergabung di sini dengan sadar untuk segala tanggung jawabnya.
Aku masih melanjutkan hobiku dalam bermain bola. Namun, karena di sekolahku tidak ada lapangan luas untuk bermain bola yang ada hanya lapangan basket, maka aku mulai mengenal olahraga baru yang tetap mengarah ke permainan bola hanya saja dalam ruangan yang kecil dan hanya dimainkan 5 orang yang bernama Futsal. Jujur sebenarnya aku tidak asing dengan istilah futsal hanya saja aku belum pernah memainkannya saat SMP dan baru mencoba pertama kali saat SMA. Ya, itulah salah satu ekstra-kulikuler yang kutekuni saat SMA. Aku memang se-passion itu dengan bola walaupun intensitas bermain semakin berkurang dikarenakan kesibukan di SMA. Hal yang paling terkenang dan mungkin jadi salah satu pengalaman yang membuatku sangat terpukul saat akhirnya aku menyadari aku tidak lolos seleksi menjadi tim futsal SMA. Sejujurnya, tidak asing jika di SMA ku tim olahraga seperti basket dan futsal lebih ngetren daripada organisasi seperti OSIS dan Pramuka. Hanya saja bukan alasan itu, namun aku merasa telah mencurahkan semua kemampuan dan memancangkan mimpi menjadi anggota tim futsal SMA namun akhirnya mimpi itu sirna sekejap ketika pengumuman anggota tim diposting di facebook pelatih yang juga guru olahragaku. Setidaknya aku mengambil hikmah yaitu merasakan arti sebuah kegagalan yang mendalam, yang suatu saat harapannya jadi pelajaran berharga buatku. Aku tersadar ketika aku dan salah satu temanku yang tidak lolos seleksi bercakap-cakap bagaimana kelanjutan ekstrakulikuler ini ketika kita sudah tidak lolos seleksi, dia hanya berkata “Aku tidak akan berhenti menekuni futsal, karena itu hobbyku, tidak ada yang menghalangi walaupun tidak lolos seleksi”. Tersentak aku sadar bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, ini bahkan menjadi sebuah fase baru memulai sebuah perjuangan. Ya, inilah pelajaran hidup yang berharga buatku.
Masih di minggu yang sama setelah pengumuman tim futsal, aku harus menghadiri suatu event yang bernama Forum Osis Se-Kabupaten Rembang sebuah pertemuan besar dan strategis dari berbagai OSIS di Rembang. Kebetulan saat itu FOKAR baru saja di rebranding ulang dikarenakan telah vakum selama beberapa tahun. dan Wallahu Alam aku terpilih menjadi ketua pertama saat itu dengan agenda kepemimpinan yaitu membuat FOKAR menjadi organisasi yang settle secara gerakan. Ya, mungkin inilah tarian takdir, di sisi lain aku merasa terpuruk karena mimpiku tidak tergapai di tim futsal namun Allah memberikan sebuah jalan baru yang bagiku ke depan jalan ini yang sangat membentukku sebagai pemimpin di masa depan. Karena benar pada dasarnya, manusia hanya bisa berencana, rencana terbaik maka Tuhan kitalah yang menentukan.
Pasca kejadian itu, entah kenapa kehidupannku sangat berubah, aku menjadi siswa yang aktif dan cukup prestatif di sekolah. Setelah menjadi ketua FOKAR aku kembali dipercaya memimpin berbagai kegiatan lain seperti MOS dan farewell party angkatanku. Kegiatan MOS dimana aku harus bisa menjadi project manager bersama berbagai peran lintas angkatan. Juga, sebagai ketua farewell party yang harus bisa menjadi inisiator karena memulai kembali acara baru yang dulu sempat tiada di sekolah. Dan secara akademik aku dipercaya mengikuti berbagai perlombaan mulai dari lomba akademik seperti cerdas cermat hingga seni-budaya seperti paduan suara. Ohiya aku mulai semenjak SMA mulai membuka diri untuk terjun ke arah ekstrakuliler musik, cuman bukan musik tradisional seperti SMP namun kali ini ekstrakulikuler Band. Ya, akhirnya beberapa kali mendapatkan kepercayaan manggung dari sekolah pun guru. Secara akademis, di kelas aku selalu masuk 3 besar hingga pernah bertengger di peringkat 1 dengan status ketua kelas selama 2 tahun berturut-turut. Secara kontribusi di Rembang, aku menjadi salah satu pasukan pengibar bendera di kabupaten. Dan dalam beberapa event hari besar Rembang menjadi salah satu pengibar benderanya. Ya, semesta benar-benar mempunyai rencana sendiri bagiku untuk bertumbuh, entah dengan zona nyaman atau memerlukan tamparan keras agar segera sadar.
Di penghujung akhir masa SMA aku merasa diri ini telah jauh berubah daripada ketika awal memasukinya. Aku merasa menjadi diri yang lebih matang dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan baik kegagalan, cinta ataupun hancurnya mimpi. Namun disitu pula aku merasa bersyukur karena menjadi sebuah pelajaran hidup yang sangat berharga. Aku yang dulunya hanya seorang observer lama — kelamaan berubah menjadi seorang influencer yang mulai percaya diri dengan ide dan gagasanya.
Dari semua peristiwa itu aku sadar , satu hal yang merubahku adalah sebuah tekadku sendiri untuk berubah. Ya, seperti firman Allah yang terkenal “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri,” (QS. Ar-Ra’d:11).
Di ujung lembaran cerita aku hanya bisa mengucapkan terimakasih kepada masa-masa SMA ku yang sangat berharga. Semoga masa depan akan lebih cerah lagi. Gracias!
#30HariBercerita
Part 1 — Cerita Awalku
Part 1 — Cerita Awalku
“Masa SMA adalah masa yang tidak akan terlupakan”
Mungkin perkataan ini benar adanya, aku mengalami begitu banyak warna-warni pengalaman hidup yang baru semasa SMA. Mencoba menjadi pribadi yang lebih baik dan matang ke depannya. Pergolakan batin mulai dari kebahagiaan hingga keharuan lengkap mewarnai lika-likunya. Aku sadar fase bertumbuhku di sini. Berubah dari remaja yang masih ragu-ragu menjadi seorang muda yang mencari jatidirinya.
Sekolahku bernama SMA N 1 Rembang. Seperti tidak ada perubahan antar nama SMP ku yang berbeda hanya satu huruf di akhir yang berubah. Bahkan sekolahku ini pun dua-duanya bersebelahan hanya dipisahkan oleh kali yang bermuara di pesisir laut lepas. Aku masuk melalui serangkaian tes, hal ini wajar karena SMA ku merupakan salah satu favorit di daerahku. Jika ditanya kenapa memilih SMA ini? selain alasan yang sudah dijabarkan di kalimat sebelumnya, hal lain adalah ‘dekat’ sebuah hal yang sudah sangat mengakar dalam pemilihan sebuah sekolah di keluargaku. Sebenarnya aku bisa saja memilih SMA yang berada di luar kabupaten dan notabene lebih unggul daripada sekolahku ini, hanya saja aku sendiri yang menolaknya karena berbagai pertimbangan, salah satunya faktor adaptasi dan pertemananan.
Hari itu serangkaian tes dimulai, mulai dari tes akademik hingga TPA dan juga bahasa inggris. Namun, ada juga yang tak perlu jalur tes karena sudah memiliki prasyarat masuk yang lengkap terutama piagam penghargaan. Aku lupa aku berada di peringkat berapa saat lolos tes ini semua, yang aku ingat ya hanya prosesnya. Merasa seperti berada di sebuah ruangan yang bersaing dengan ratusan calon siswa lainnya, seperti sebuah pengalaman baru. Belajar berkompetisi dan meyakinkan diri bahwa aku adalah salah satu yang terbaik ternyata bukan hal yang mudah, apalagi denganku yang sangat jarang ditempat dengan proses tersebut. Ya, walaupun pernah mengikuti lomba akademik hanya saja feeling saat itu aku merasa aku harus benar-benar serius agar bisa lolos tes SMA nya.
Akhirnya aku resmi menjadi siswa disana. Ya, aku dan glory yang akhirnya lanjut ke sekolah ini walaupun kami berempat (read: the rangers) sudah berjanji akan meneruskan ke sini. Riyan harus melanjutkan ke pondok pesantren sedangkan Febi memutuskan untuk ke sekolah kejuruan di Salatiga.
Tahap pertama adalah proses matrikulasi terutama dalam aspek bahasa inggris yang dikemas dalam sebuah kegiatan bernama English Camp. Ya, SMA ku dulu masih berstandar RSBI sehingga sejujurnya secara pengajaran dituntut ke arah bilingual. Pertama-tama kami dikumpulkan serentak semua siswa untuk pengumuman dan pembagian kelompok belajar. Aku hanya bisa memperhatikan saja. Teman-temanku banyak yang sudah saling kenal sebelumnya, terutama yang berasal dari satu SMP yang sama. Tidak lain dan tidak bukan SMP Favorit pada tahap sebelumnya yang hampir mendominasi 50% lebih siswa disini. Semua orang sudah memiliki jokes masing-masing untuk bercanda dengan satu sama lain terutama inside jokes komunal dari kelompok yang berasal dari satu SMP. Aku? kembali mencoba menjadi seorang pengamat kehidupan, canggung, namun sesekali membuang malu dengan bercakap kepada satu per satu orang yang ada di sekitar.
Akhirnya semua rangkain selesai, setelah proses matrikulasi yang panjang, diselingi persami (perkemahan sabtu-minggu) dan juga MOS (Masa Orientasi Studi) akhirnya tibalah saat-saat untuk masuk ke masa pelajaran. Aku ditempatkan ke kelas yang notabene suasana baru bagiku, walaupun ada beberapa teman yang berasal dari satu SMP yang sama, namun karena saat itu aku hanya punya teman dari kelas imersi saja,sehingga proses perkenalan harus dimulai lagi walaupun notabene kita satu asal sekolah hanya beda kelas. Sepertinya saat itu, aku ditempatkan di kelas yang rata-rata memiliki tingkat intelegensi yang cukup bagus. Rasa minder sempat menyerbak di awal-awal. Tapi, aku sudah bertekad disini aku akan menjadi pejuang, bukan pecundang. Akhirnya genderang perjuangan pun ku tabuh ketika pertama kali menginjakkan kaki di kelas.
Aku merasakan kenyamanan berada di kelas ini ketika lama-kelamaan sudah mulai kenal dengan seluruh anggota kelas yang ada. Ya, awalnya memang malu-malu sampai dimana akhirnya udah biasa malu-maluin di kelas. Kami cukup low-profile dan tidak ada geng khusus yang biasanya ada di kelas-kelas. Kami mulai kompak dengan berbagai mata pelajaran, kegiatan-kegiatan sekolah seperti jalan sehat tiap sabtu dan juga agenda class-meeting yang semakin membuat kompak. Apalagi ada satu agenda yang memaksa kami berakselerasi dalam ikatan kekompakan yaitu ketika event tahunan sekolah kami yaitu pameran & stand diadakan saat baru beberapa bulan kami bersekolah, yaitu Smansa Fair. Sekali lagi aku mencoba untuk berkontribusi semaksimal mungkin di kelas dalam menyalurkan ide dan gagasan terkait kegiatan yang akan dihadapi. Sederhana, karena aku nyaman di kelas ini. Salah satu kejadian lucu yang paling aku ingat, saat aku terpaksa harus mengikuti kontes fashion show saat hari Kartini, namun tiba-tiba melarikan diri mengikuti lomba tarik tambang dengan teman-teman lainnya dengan masih berpakaian rapi ala fashion show.
Akhirnya masa-masa indah itu selesai, kami harus berpisah ke kelas XI karena terpaksa mengikuti program penjurusan studi. Aku masuk ke program studi IPA walaupun secara placement test disarankan masuk ke IPS karena faktor potensi yang ada. Masuk IPA bukan sebuah pilihan saat itu tapi sebuah kewajiban karena faktor historis keluarga.
Teman baru, lingkungan baru, suasana dan suhu yang baru menginjak kaki di kelas ini. Sebenarnya hal yang paling aku sadari merasa kehilangan adalah ternyata aku tidak bisa bersama sekelas dengan perempuan yang aku suka. Ya, aku merasa di tahap SMA ini akhirnya dapat merasakan sebuah ketertarikan dengan lawan jenis yang tidak sekedar ego semata namun juga rasa nyaman terhadapnya. Panjang rasanya jika dijelaskan, cuman fase cinta di SMA adalah salah satu momen yang paling tidak bisa dilupakan di sini.
Kelas 11 aku beranjak mengikuti OSIS, ya sebenarnya keberaktifanku di SMA sudah dimulai sejak aku mengikuti keanggotaan MPK saat kelas X. Pun beranjak naik kelas dan menjadi ketua kelas. Lalu pada saat kelas XI itu akhirnya aku ditarik secara close recruitment oleh teman-temanku untuk bergabung ke OSIS. Awalnya aku agak berpikir lama, karena ketika aku lanjut MPK saat itu maka kemungkinan besar aku akan diamanahi sebagi ketua MPK, dikarenakan peran dan sisa anggota yang aktif saat itu. Namun aku melihat sebuah wadah pengembangan yang potensial di OSIS dan juga kedekatan dengan teman-teman yang sudah kukenal sejak kelas X . Maka aku memilih bergabung di sini dengan sadar untuk segala tanggung jawabnya.
Aku masih melanjutkan hobiku dalam bermain bola. Namun, karena di sekolahku tidak ada lapangan luas untuk bermain bola yang ada hanya lapangan basket, maka aku mulai mengenal olahraga baru yang tetap mengarah ke permainan bola hanya saja dalam ruangan yang kecil dan hanya dimainkan 5 orang yang bernama Futsal. Jujur sebenarnya aku tidak asing dengan istilah futsal hanya saja aku belum pernah memainkannya saat SMP dan baru mencoba pertama kali saat SMA. Ya, itulah salah satu ekstra-kulikuler yang kutekuni saat SMA. Aku memang se-passion itu dengan bola walaupun intensitas bermain semakin berkurang dikarenakan kesibukan di SMA. Hal yang paling terkenang dan mungkin jadi salah satu pengalaman yang membuatku sangat terpukul saat akhirnya aku menyadari aku tidak lolos seleksi menjadi tim futsal SMA. Sejujurnya, tidak asing jika di SMA ku tim olahraga seperti basket dan futsal lebih ngetren daripada organisasi seperti OSIS dan Pramuka. Hanya saja bukan alasan itu, namun aku merasa telah mencurahkan semua kemampuan dan memancangkan mimpi menjadi anggota tim futsal SMA namun akhirnya mimpi itu sirna sekejap ketika pengumuman anggota tim diposting di facebook pelatih yang juga guru olahragaku. Setidaknya aku mengambil hikmah yaitu merasakan arti sebuah kegagalan yang mendalam, yang suatu saat harapannya jadi pelajaran berharga buatku. Aku tersadar ketika aku dan salah satu temanku yang tidak lolos seleksi bercakap-cakap bagaimana kelanjutan ekstrakulikuler ini ketika kita sudah tidak lolos seleksi, dia hanya berkata “Aku tidak akan berhenti menekuni futsal, karena itu hobbyku, tidak ada yang menghalangi walaupun tidak lolos seleksi”. Tersentak aku sadar bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, ini bahkan menjadi sebuah fase baru memulai sebuah perjuangan. Ya, inilah pelajaran hidup yang berharga buatku.
Masih di minggu yang sama setelah pengumuman tim futsal, aku harus menghadiri suatu event yang bernama Forum Osis Se-Kabupaten Rembang sebuah pertemuan besar dan strategis dari berbagai OSIS di Rembang. Kebetulan saat itu FOKAR baru saja di rebranding ulang dikarenakan telah vakum selama beberapa tahun. dan Wallahu Alam aku terpilih menjadi ketua pertama saat itu dengan agenda kepemimpinan yaitu membuat FOKAR menjadi organisasi yang settle secara gerakan. Ya, mungkin inilah tarian takdir, di sisi lain aku merasa terpuruk karena mimpiku tidak tergapai di tim futsal namun Allah memberikan sebuah jalan baru yang bagiku ke depan jalan ini yang sangat membentukku sebagai pemimpin di masa depan. Karena benar pada dasarnya, manusia hanya bisa berencana, rencana terbaik maka Tuhan kitalah yang menentukan.
Pasca kejadian itu, entah kenapa kehidupannku sangat berubah, aku menjadi siswa yang aktif dan cukup prestatif di sekolah. Setelah menjadi ketua FOKAR aku kembali dipercaya memimpin berbagai kegiatan lain seperti MOS dan farewell party angkatanku. Kegiatan MOS dimana aku harus bisa menjadi project manager bersama berbagai peran lintas angkatan. Juga, sebagai ketua farewell party yang harus bisa menjadi inisiator karena memulai kembali acara baru yang dulu sempat tiada di sekolah. Dan secara akademik aku dipercaya mengikuti berbagai perlombaan mulai dari lomba akademik seperti cerdas cermat hingga seni-budaya seperti paduan suara. Ohiya aku mulai semenjak SMA mulai membuka diri untuk terjun ke arah ekstrakuliler musik, cuman bukan musik tradisional seperti SMP namun kali ini ekstrakulikuler Band. Ya, akhirnya beberapa kali mendapatkan kepercayaan manggung dari sekolah pun guru. Secara akademis, di kelas aku selalu masuk 3 besar hingga pernah bertengger di peringkat 1 dengan status ketua kelas selama 2 tahun berturut-turut. Secara kontribusi di Rembang, aku menjadi salah satu pasukan pengibar bendera di kabupaten. Dan dalam beberapa event hari besar Rembang menjadi salah satu pengibar benderanya. Ya, semesta benar-benar mempunyai rencana sendiri bagiku untuk bertumbuh, entah dengan zona nyaman atau memerlukan tamparan keras agar segera sadar.
Di penghujung akhir masa SMA aku merasa diri ini telah jauh berubah daripada ketika awal memasukinya. Aku merasa menjadi diri yang lebih matang dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan baik kegagalan, cinta ataupun hancurnya mimpi. Namun disitu pula aku merasa bersyukur karena menjadi sebuah pelajaran hidup yang sangat berharga. Aku yang dulunya hanya seorang observer lama — kelamaan berubah menjadi seorang influencer yang mulai percaya diri dengan ide dan gagasanya.
Dari semua peristiwa itu aku sadar , satu hal yang merubahku adalah sebuah tekadku sendiri untuk berubah. Ya, seperti firman Allah yang terkenal “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri,” (QS. Ar-Ra’d:11).
Di ujung lembaran cerita aku hanya bisa mengucapkan terimakasih kepada masa-masa SMA ku yang sangat berharga. Semoga masa depan akan lebih cerah lagi. Gracias!
Bagikan
Melesat
4/
5
Oleh
Anggi Renaldy
kritik sarannya sangat membantu Saya dan Anda berkembang menjadi lebih baik lagi.