Rabu, 14 Agustus 2024

 Pertemuan 1 Fiqih Kitab Al-Muqaddimah Al-Hadramiyyah

Pertemuan 1 Fiqih Kitab Al-Muqaddimah Al-Hadramiyyah


Segala puji bagi Allah SWT yang meridhoi untuk mempelajari syariat-syariat Isam di sini. Penulis mengawali bukunya dengan Bismillahirrahmanirrahim ini berdasarkan dari hadis “Setiap perkara baik yang tidak diawali dengan basmalah maka perkara itu akan mendapat sedikit keberkahan.” (HR. Al-Khatib) Maka kita mengucapkan ketika mengerjakan sesuatu itu dengan Alhamdulillah dan ucapkan bismillah. Alhamdulillah ini diucapkan ketika melakukan perbuatan-perbuatan yang mempunyai keutamaan bukan perbuatan yang biasa misalnya mengangkat gelas bismillah, masukan ke mulut bismillah, enggak. Tapi ketika minumnya bismillah, tapi ketika mengangkat gelas ini enggak perlu mengucapkan Bismillah. Atau mengambil barang bismillah, tidak perlu tapi ketika makan mengucapkan Bismillah.

Segala puji bagi Allah subhanahu wa taala yang telah mewajibkan kepada kita mempelajari syariat - syariat Islam. Di sini yang dimaksud dengan syariat-syariat Islam adalah syariat-syariat yang wajib misalnya masalah salat itu wajib, masalah zakat wajib, masalah puasa wajib, sampai haji wajib. Wajib yang berhubungan tentang sah atau tidak sahnya ibadah kita itu wajib mempelajarinya.

Dan yang diwajibkan selanjutnya kepada kita adalah Fikih muamalah. Kenapa? karena kita pasti bakal berhubungan dengan manusia. Misalnya jual–beli barang, atau menitipkan barang atau kerja sama. Apa yang berhubungan dengan muamalah maka wajib juga mempelajarinya. Dikarenakan Allah mengetahui perbuatan kita, maka jangan sampai kita salah karena kita tidak tahu hukumnya. Misalkan Antum Shalat di lapangan pakai sandal sah tidak salatnya? Pendapat yang satu tidak sah kalau ada kotoran, pendapat lainnya bilang sah. Nah hal seperti itu kita tahu dari ilmu fikih, sah atau tidak sahnya ibadah kita. Jangan kita berpatokan pada perasaan. karena ada Alquran, sunah, ijma’, qiyas, maka perasaan tidak bisa dijadikan dalil.Kenapa orang masih ragu-ragu hal seperti itu karena kita belum mempelajari secara baik. Insyaallah kita akan pelajari satu-satu dan pelan-pelan.

Insyaallah untuk memahami sesuatu yang diwajibkan kepada kita yaitu fikih ibadah. Tahun kedua kelas ini kita mempelajari fikih ibadah yaitu fikih taharah sampai Haji. Kitab ini juga untuk mengetahui yang mana halal dan yang mana haram. Tujuan orang yang mempelajarinya untuk mengamalinya. Tujuan kita mempelajari syariat itu untuk mengamalinya. Tahu kita ilmu baru kita Amali, tahu kita masalah baru kita amali, tahu kita zina haram tidak boleh kita lakukan, tahu Syirik itu dosa besar maka kita menjauhi dari perbuatan demikian.

Kita juga minta kekekalan AllahSubhanahu Wa taala di Surga. Aku bersaksi bahwasanya tiada Tuhan selain Allah subhanahu wa taala dan Nabi Muhammad adalah hambanya Allah dan rasulnya Allah yang diutus sebagai rahmat bagi seluruh makhluk yaitu rahmatanil alamin. Kata Allah “Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam." (QS Al-Anbiya: 107)  Yang dimaksud alam adalah seluruh makhluk. Apa perbedaan Rasul dan Nabi? Rasul berkewajiban untuk menyampaikan, dan Nabi tidak berkewajiban untuk menyampaikan.

Yang tidak boleh seorang muslim itu adalah harus seorang muslim itu tahu masalah fikih seperti ini. Bukan berarti wajib pakai buku ini. Selalu meminta kepada Allah subhanahu wa taala agar memberikan kitab ini bermanfaat. Dan menjadikan apa yang saya kumpulkan ini, masalah-masalah yang ada, sebagai bentuk keikhlasan mendapatkan Ridhanya Allah subhanahu wa taala.

 

Thahara

Thahara secara bahasa adalah bersuci. Adapun secara istilah yaitu terlepas dari najis yang tampak maupun tidak tampak. Sebagian ulama mengatakan Thahara itu mengangkat sesuatu yang tanpanya tidak bisa melaksanakan ibadah. Misalnya salat itu tidak sah tanpa Thahara. Kemudian baca Quran juga tidak boleh tanpa Thahara menurut empat mazhab. Ketika seseorang menyentuh Qur’an wajib suci dari hadats kecil.

Dikatakan di sini dan taharah itu ada empat jalan wasilahnya dalam mazhab Syafii. Yang pertama dengan air, yang kedua dengan tanah yang ketiga dengan pakai batu, yang keempat pakai samak. Dikatakan dalam Hadits ““Sesungguhnya (hakikat) air adalah suci dan menyucikan, tak ada sesuatu pun yang dapat menajiskannya.” [HR. Abu Daud, no. 66; Tirmidzi, no. 66; An-Nasai, 1:174; Ahmad, 17:190]

Pertama air itu adalah sesuatu yang tanpa ada embel-embel. Air tetap dinamakan air tapi air teh bukan air suci karena sudah berubah. Kita bilang air sirup memang berubah, namun selama namanya air tetap masuk dalam kategori air. Adapun air mutlak diturunkan oleh tujuh tempat, di tujuh bagian:

  1. Air laut
  2. Air hujan
  3. Air Sungai
  4. Air Sumur
  5. Mata Air
  6. Air Embun
  7. Air Salju

Maka selain air ini bukan air mutlak sehingga tidak bisa untuk bersuci misal air teh tidak bisa.

Jadi air itu tidak sah seseorang mengangkat hadats dan mengangkat najis kecuali dengan air. Kenapa? Karena wasilah taharah ada empat ini. Tapi tanah itu secara hakikat tidak mengangkat najis dan hadas dia sebagai pengganti. Misalnya Bapak tidak ketemu air di waktu subuh sampai asar lalu menggunakan tanah, kemudian setelah ashar ada air, maka boleh tidak pakai tanah yang tadi? Tidak boleh karena Tanah hanya pengganti sementara. Dan hadas yang tadi masih ada, maka  harus dihilangkan dengan berwudu.

Jadi ketika bapak sudah ketemu air bapak tidak bisa tayamum. Kalau baru ketemu di waktu asar enggak bisa dipakai tayamumnya lagi. Karena gunanya Tayamum itu adalah sebagai pengganti sementara, bukan sebagai pengangkat hadats. Air ini bisa dipakai untuk mengangkat najis ketika tidak berubah. Tapi ketika berubah rasa, warna, bau dengan perubahan yang mencolok atau perubahan yang kuat, hingga perubahan itu mengubah air tersebut. Bahkan jika hanya 2-3% perubahannya tapi telah mengubah air tersebut maka tidak bisa. Apa lagi jika perubahan yang brutal karena besar dan kuatnya. Nah kalau ada perubahan dari rasa, bau dan warna dengan perubahan yang besar maka tidak bisa dipakai untuk taharah lagi. Kecuali:

  1. Jika dia berubah dengan alami maka tidak masalah. Misal air di suatu tempat berubah warna seiring waktu mak air ini masih bisa dipakai taharah.
  2. Atau dia kemasukan benda suci tapi hanya numpang lewat saja. Misal masuk sabun datang sebentar terus kita ambil lagi, kira-kira ada perubahan tidak? Ada. Tapi apakah perubahan ini akan hilang? Iya.
  3. Atau masuk kepada air  itu sesuatu yang najis tapi kita tidak tampak. Itu juga tidak menganggu kesucian air tadi. Misal ada cicak jatuh ke air itu tapi kita tidak tahu, maka air itu tidak bisa dihukumi najis.

Kapan dia tidak bisa dipakai untuk taharah? Apabila dia bersatu atau larut dengan benda suci yang lain yang menjadikan dia berubah. Misalnya sabun batang kalau lama diletakkan di kamar mandi kemudian larut, sehingga tidak boleh dipakai karena larut. Maka perubahan seperti itu menjadikan tidak menyucikan lagi. Dikarenakan ada perubahan besar dan benda itu melarut. Tapi ketika kemasukan benda suci, tapi tidak melarut dan kita bisa mengambil lagi, maka itu tidak masalah. Misalnya kayu. Kayu kalau masuk ditarik lagi, dan baunya tidak kuat mengubah, maka bisa dipakai untuk bersuci.

Nah ketika tadi terjadi perubahan yang besar pada rasa, warna dan bau, maka tidak sah taharah dengan yang tadi, yaitu apabila ada air mutlak yang kemasukan dan merubah rasa, warna ataupun baunya yang besar dikarenakan benda apa pun yang masuk maka tidak sah digunakan untuk taharah. Kecuali jika berubahnya alami karena waktu, kemudian bendanya turun namun bisa diambil secara langsung, dan tidak larut atau dia masuk tidak tampak dari penglihatan kita, maka itu tidak dihukumi.

Perubahan secara hukum taqdiri (praduga) itu seperti perubahan yang tampak. Misalnya kamar mandi Antum kemasukan bangkai kucing, mungkin warna air dan baunya bakal hilang itu namanya perubahan taqdiri yang tidak tampak. Tapi air itu dihukumi najis. Tapi kalau perubahan yang tampak ada. Yaitu kemasukan beberapa gelas darah ke bak mandi kan jelas berubah. Kalau Masih kelihatan airnya maka itu sah karena perubahannya tidak besar.

Jika masuk ke dalam suatu air yang suci tadi, tapi dia tidak punya bau, tapi berubah warnanya, berubah rasanya, maka ditakar, apakah ini berubahnya parah ataukah berubahnya ringan. Kalau ringan maka dihukumi Suci, kalau perubahannya besar maka tidak bisa dipakai. Jadi air itu tadi ada yang suci mensucikan, ada yang suci dan ada yang najis. Suci mensucikan kalau murni, kemudian yang suci adalah seluruh air selain air najis. Air najis yang kemasukan benda najis misalnya kemasukan bangkai. Jika air suci dan mensucikan bercampur dengan najis maka Jadi najis, kalau bercampur dengan suatu yang suci berubah sifatnya suci Tapi tidak mensucikan.

Tidak mempengaruhi perubahan yang ringan kepada status air. Dan tidak mempengaruhi perubahan yang disebabkan lamanya dia menetap di air itu. Misalnya keluar warna hijau dikarenakan lumut. Kalau disengaja tidak boleh, tapi kalau alami memang karena lama banget diletakkan di sana, maka tetap dihukumi suci dan mensucikan. Kemudian tidak juga merubah hukum air itu ketika air itu bercampur dengan tanah. Misalnya antum masukan tanah kira-kira berubah tidak rasanya? Berubah. atau misal wadahnya dari tanah. Namun hal itu tidak mempengaruhi kesucian dari air. Atau Antum masukkan ke dalam air itu sifat dari tujuh air tadi. Air laut sifatnya asin, antum masukan ke dalam air garam sama seperti air laut, ketika ada perubahan air yang awalnya asin ke tawar. Apakah perubahan itu menjadikan air itu tidak suci mensucikan? Berubah tapi tetap suci dan mensucikan karena merubah sifat dari sifat yang lain ke sifat air yang lain juga, tapi sama-sama sifat air yang suci dan mensucikan.

Kemudian ketika air berubah dikarenakan lumut, maka juga tidak mengubah kesucian air. Tetap suci. Tapi berubah dikarenakan lumut. Warnanya akan menyesuaikan tanah-tanah sampingnya dan tidak mungkin bisa dilewatkan maka perubahan itu dianggap tetap suci dan mensucikan. Misalnya kira-kira di sungai yang keruh karena banyak sampah dan warnanya berubah, itu suci secara antum kalau mau pakai insyaallah sah.

Dan tidak mempengaruhi juga dengan sesuatu perubahan yang benda itu cuma lewat. Misalnya suatu benda dicelupkan, maka ini tidak mempengaruhi, kecuali kalau benda itu dikocok – kocok dengan sengaja. Seperti daun-daun sama ranting-ranting kayu itu kalau dia turun doang itu tidak masalah. Antum ambil juga tidak masalah, Antum biarkan tidak masalah, kalau dia alami. Tapi kalau dia buatan kita, kita masukan lalu kita tarik lagi itu tidak bisa. Tapi kalau alami misal ranting di sumur dan membuat warnanya berubah menjadi warna hijau itu semua dibolehkan, dan masih dianggap suci dan mensucikan.

Dan tidak mempengaruhi juga jika dicampur dengan air garam tetap suci dan mensucikan. Kenapa? Karena sifat air itu ada yang asin.  Tidak masalah juga dengan daun-daun yang berjatuhan dari pohon,  Dan perubahan seperti itu tidak mempengaruhinya selama yang jatuh adalah sesuatu yang larut dan alami, dia tetap suci dan mensucikan. Misalnya ada beberapa buah-buahan jatuh, itu tidak masalah selama masih alami. Kalau sudah berubah rasa dan warnanya itu nanti ada ukurannya Insyaallah.

Air itu terbagi dua, ada namanya Air Qalil dan Katsir. Air Qalil itu di bawah dua kullah. Dua kullah itu sama dengan 216 Liter. Sedangkan air katsir itu di atas dua kullah. Maka kemasukan najis itu besar pada air Qalil maka tidak bisa dipakai. Namun Air Katsiir ini kemasukan bangkai anjing misalnya 10 biji masuk di kolam renang yang dia besarnya 2000 Liter. Maka tidak mempengaruhi kesucian air tersebut, kecuali berubah warna, rasa dan bau. Kalau belum berubah ini maka tetap suci.

Dua kullah kalau ukuran kubusnya 60 x 60 x 60 cm. Makanya bak kamar mandinya dibuat lebih dari dua kullah, biar tenang, ketika ada bangkai tikus tidak khawatir. Itulah pentingnya ketika kita profesional mempunyai ilmu, semuanya dibuat dengan ilmu. Misalnya kita membuat WC tidak boleh menghadap kiblat.

 

Air yang Dimakruhkan

Memakruhkan air yang sangat panas baik dipanaskan maupun alami. Air panas makruh karena bisa merusak kulit. Ataupun air yang sangat dingin jika dipakai untuk berwudhu, bersuci dan semisalnya. Dan dimakruhkan pakai Air Musyammas yaitu air yang dipanaskan di bawah matahari dengan tembaga ataupun kuningan. Karena alasannya dapat menghasilkan penyakit. Air Musyammas ini dimakruhkan untuk badan. Hilang makruhnya Air Musyammas dengan didinginkan.

 

Air Musta’mal

 

Tidak sah bersuci atau mengangkat najis dengan air musta’mal. Yaitu air yang sudah dipakai untuk ibadah yang wajib. Misalnya air wudhu yang turun dari tangan pertama itu musta’mal. Di sini air musta’mal yang dibawah dua kullah. Artinya kalau ada air mustakmal di atas dua kullah boleh dipakai. Misalnya Antum mandi wajib ke sungai lalu menceburkan diri maka boleh. Walaupun masuk ke sungainya bareng-bareng tetap sah, selama air musta’mal itu di atas dua kullah. Misalnya bak mandi Antum ukurannya 50*50*50 cm. Misal dimasukkan untuk cuci tangan, maka tidak bisa dipakai untuk kebutuhan yang lain.

Air mustamal tadi tidak sah untuk taharah baik untuk menghilangkan najis atau mengangkat hadats. Jika seseorang yang memasukkan tangannya ke air di bawah dua kullah tanpa ada niat untuk untuk menyendok. Misalnya dia sudah berwudhu tapi di anggota tubuh selanjutnya dia menyelupkan tangannya tapi niatnya adalah untuk membasuh bagian yang diwajibkan. Misalnya memasukkan tangan dengan niat membasuh bukan niat untuk mengambil air. Ketika dia niat untuk membasuh tangannya, maka air itu menjadi mustamal. Tapi kalau dia niat untuk mengambil air maka tidak jadi musta’mal. Jangan taktu melihatnya ini perkara besar, santai saja. Namun paling bagus pakai air yang mengalir.

Dan air musta’mal itu boleh dipakai untuk sesuatu yang disunahkan. Misalnya Bapak melakukan wajib dulu yang pertama lalu mau lanjut sunah masuk kaki kedua dan ketiga itu boleh, karena yang wajibnya telah selesai. Atau misalnya Bapak sudah mandi wajib, sudah kena semua badannya. Kemudian sudah kering badannya, bapak mau mengambil wudhu untuk sunah. Misal untuk sunah tidur. Lalu berkumur-kumur ke dalam air tersebut itu boleh, karena untuk sunah. Boleh air mustamal itu dipakai untuk basuhan kedua dan ketiga karena hukumnya sunah. Sahnya bersuci dengan air mustamal untuk perkara-perkara yang disunahkan.

Hadits air-air suci “Sesungguhnya air itu tidak ada sesuatu pun yang dapat menajiskannya kecuali oleh sesuatu yang dapat mengubah bau, rasa, atau warnanya.[HR. Ibnu Majah]. Adapun dalil kesucian embun dan salju adalah riwayat Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW selesai bertakbir dalam sholat, beliau diam sejenak sebelum membaca Al Fatihah. Abu Hurairah pun bertanya, "Wahai Rasulullah, demi bapak dan ibuku, beritahukanlah kepadaku apa yang engkau ucapkan pada saat engkau diam sebelum membaca Al Fatihah."

Nabi pun bersabda, "Aku mengucapkan, 'Allahumma baidni wa baina khataya kama ba'adta bainal masyriqi wal maghribi, Allahumma naqqini mi khathayaa kama yunaqqats tsaubul abyadhu minaddanas, Allahummaghsilni min khatayaya bisalji wal-maai wa baradi'/Ya Allah, jauhkanlah antara aku dengan dosa-dosaku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dengan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari dosa-dosaku sebagaimana kain putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, basuhlah aku dari dosa-dosaku dengan salju, air, dan embun."

Adapun dalil kesucian air laut adalah ketika Nabi ditanya tentang suci atau tidaknya air laut, Nabi menjawab, "Huwattahuru ma-uhu al-hillu maytatahu." Yang artinya, "Laut itu suci airnya dan halal bangkainya." 

 

 

 

Baca selengkapnya
Pertemuan 1 Kitab Akhlaq Lil Banin

Pertemuan 1 Kitab Akhlaq Lil Banin


Pembahasan tentang Akhlak adalah bagian daripada Aqidah yang mana satu kesatuan dan tidak bisa dilepaskan. Tolok ukur bagusnya Aqidah seseorang dilihat daripada akhlaknya. Sebab Akhlak merupakan implementasi dari Aqidah.

Nabi bersabda “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamu.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Implementasi Aqidah yang baik adalah ketika terdapat Akhlak yang baik. Iman kepada Allah dan Hari Akhir adalah masalah Aqidah. Dan implementasi Aqidah yang benar adalah memuliakan tamu.

Dan Hadits lain “”Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik atau diam.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Maka berkata-kata yang baik merupakan implementasi dari Aqidah yang baik.

Dan Dalil lain “Dan Rabb-mu menyuruh manusia untuk beribadah kepada-Nya dan selalu berbuat baik kepada orang tua....(QS Al-Isra’: 23). Maka seorang mukmin tidak hanya belajar Aqidah saja, tapi seorang mukmin juga harus belajar tentang akhlak. Karena sebab dua hal inilah seorang mukmin masuk kepada surga Allah SWT.

““Yang paling banyak memasukkan ke surga adalah takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia.” (HR. Tirmidzi) Bahkan Ketika seseorang tidak berakhlak maka tidak akan diakui dan dianggap ibadahnya. Ibadah dan ilmunya sudah bagus, Aqidahnya sudah kuat, tapi jika dia tidak mengimplementasikannya di kehidupan sehari-hari maka itu tidak dianggap. Karena akhlak itu adalah buah daripada Aqidah yang benar.

Rasulullah pernah mendapat pertanyaan dari sahabat mengenai tetangganya. "Sesungguhnya Fulanah melakukan ibadah malam dengan rutin, dia juga bersedekah, tapi dia menyakiti tetangga-tetangga dengan mulutnya." Rasulullah SAW menjawab, "Dia tak punya kebaikan sama sekali. Dia termasuk ahli neraka." Rasulullah ditanya lagi, "Si Fulanah itu sholatnya hanya yang wajib-wajib saja. Dia menyedekahkan beberapa potong roti keju, namun dia tidak pernah menyakiti hati tetangganya." Rasulullah kemudian menjawab, "Dia termasuk ahli surga." (H.R. Baihaqi). Kita tahu keutamaan dua amalan ini qiyamul lail dan kemudian siangnya dia puasa sunah. Keutamaan seorang mukmin adalah ia mengerjakan Qiyamul Lail. Shalat yang paling utama setelah Shalat wajib adalah Qiyamul Lail. Nabi bersabda “Hendaknya kalian melakukan Qiyamul Lail karena hal itu merupakan kebiasaan para orang shalih sebelum kalian, karena Qiyamul Lail sebagai bentuk pendekatan seorang hamba kepada Allah, pencegah dari perbuatan dosa, pelebur kesalahan dan sebagai penolak sakt dari jasad.” (HR. Tirmidzi)

Begitu pula puasa, pelindung dari neraka, benteng yang kokoh dan menjadi pelindung kita di akhirat. Namun karena seseorang tidak ramah dengan lingkungan sosial dan tidak punya akhlak, maka amalan-amalan tadi tidak bermanfaat. Maka lebih bermanfaat orang yang ibadahnya biasa saja tapi ramah, daripada ibadahnya kuat tapi tidak baik dengan tetangga. Kita lihat banyak orang yang belajar Aqidah, tapi semakin banyak belajar Aqidah justru semakin kaku. Misalnya sama Ahli bidah tidak mau mengobrol. Kepada Orang kafir saja kita dianjurkan untuk baik, apalagi orang muslim. Walau mereka awam kita tetap dianjurkan berbuat baik. Maka ini tentunya tidak hikmah. Maka seorang mukmin hendaknya belajar tentang Aqidah dan akhlak.

Abdullah bin salam ketika itu meragukan apakah Nabi Muhammad itu benar Nabi yang disebutkan di Taurat atau tidak. Padahal keberadaan orang Yahudi di Madinah itu untuk menunggu Nabi tapi mereka tidak mau percaya. Maka pendeta besar Abdullah itu mau melihat. Ajaran pertama Nabi di Madinah adalah Aqidah, tapi yang dia tampakkan adalah akhlak. Maka Abdullah berkata “Nabi itu murah senyum. Dan apa yang diajarkan oleh manusia adalah “Tebarkan senyum, berbuat baik kepada manusia, dan Shalat malamlah”. Padahal Nabi mengajarkan Aqidah tapi yang diterapkan sehari-hari adalah akhlak. Hal ini karena dia yakin akan Allah dan hari akhir. Maka jangan sampai pulang kajian itu marah-marah kepada istrinya, dia ingin menuntut istrinya seperti Aisyah, tapi kalau istrinya menuntut kita seperti Nabi Muhammad maka akan repot. Maka seorang mukmin hendaknya mendalami tentang akhlak.

Dengan apakah seseorang harus berakhlak? Wajib bagi seseorang untuk berakhlak mulia dan menghiasi dirinya dengan akhlak mulia. Ingat perhiasan paling berharga dari diri manusia adalah akhlak. Sesuatu yang tidak tampak disebut abstrak. Akhlak memang abstrak tapi dia tampak. Maka perhiasan yang paling indah adalah akhlak. Ia melebihi baju yang paling mahal, indahnya fisik seseorang, tutur katanya yang bagus, sikapnya yang sangat ramah, mau menyebarkan salam kepada semua orang.

Maka ulama salaf Ketika mendengar kabar meninggal seorang ulama mengatakan “Telah meninggal ilmu dan adab” Karena ulama itu tidak hanya membawa ilmu saja tapi juga adab. Dari 6000 manusia yang hadir di majelis Ahmad bin Hanbal, hanya 2000 yang mencatat, 4000 sisanya mempelajari adabnya Ahmad bin Hanbal.

Berakhlak itu agar selama hidup ia dicintai oleh manusia. Manusia itu secara tabiat mencintai orang yang bagus akhlaknya. Bahkan musuh ataupun orang kafir pun cinta kepada kita kalau kita berakhlak. Abdul Qadir Jailani ketika pergi ke Baghdad menuntut ilmu lalu membawa kantung uang di jubahnya, ketika ia dihadang para begal di jalan kemudian giliran beliau ditanya “Apakah kamu membawa harta?” Beliau menjawab “Iya, saya membawa harta di kantong baju saya.” Lalu perampok itu mengatakan “Kenapa kamu berkata jujur?” Lalu ia berkata “Karena Ibu saya mengajarkan saya untuk tidak berbohong karena itu adalah akhlak yang paling buruk.”

Pada salah satu Hadits Nabi, Seorang sahabat pernah bertanya pada Rasulullah Saw. "Apakah mungkin seorang mukmin itu kikir?" Rasulullah SAW menjawab: "Mungkin saja." Sahabat bertanya lagi: Apakah mungkin seorang mukmin bersifat pengecut?" Dijawab: " Mungkin saja." Sahabat bertanya lagi, “Apakah mungkin seorang mukmin berdusta?" Rasulullah menjawab: Tidak" (HR Imam Malik).” Maka kalau seorang mukmin berbohong hilanglah sifat mukminnya, dan dia tergolong munafik.

Lalu kepala perampok berikut pasukannya yang membegal Abdul Qadir Al-Jailani itu kemudian bertobat karena Akhlaknya Abdul Qadir Al-Jailani. Bahkan hewan pun demikian, ketika kita berbuat baik maka dia akan suka sama kita. Ada hewan yang karena manusia tidak baik dia lari dan tidak suka, ada yang mencakarnya. Maka hewan tersebut tidak suka karena akhlaknya manusia tersebut.

Dan Allah pun Ridho kepada orang yang berakhlak, keluarganya juga akan cinta kepada dia, dan semua manusia akan cinta kepadanya. Betapa banyak manusia tidak suka dan melihat aneh sunnah yang kita bawa. Namun Ketika kita menunjukkan akhlak kita maka manusia akan ikut. Banyak manusia yang memaksakan keluarganya untuk masuk ke sunnah, namun ini tidak hikmah. Padahal hikmah itu salah satu maknanya adalah bersikap baik. Kalau kita bersifat hikmah dan berakhlak maka manusia akan ikut kita.

Istri Ustadz waktu itu ketika kembali dari kajian Ustadz Mizan memakai cadar, lalu orang tua menentang dan berkata “Kamu kuliah apa pergi kajian? Ajaran apa ini?” Namun karena Istri Ustadz berakhlak, selalu bertutur kata yang baik, berbakti dan bersabar, maka hati orang tua ini luluh. Dan sesekali buku yang dibawa Istri Ustadz ini dibaca, dan kaset kajian Ustadz Yazid, Ustadz Abdul Hakim adad Ustadz Badrusalam diputar. Mertua Ustdaz ini curi-curi pendengaran, dan akhirnya memakai cadar. Dari yang awalnya benci, maka mertua lama-lama cinta, dan dari cinta menjadi ikut. Kata Abdullah bin Mubarak “Kalau kamu cinta maka kamu pasti akan mengikutinya, karena orang yang mencintai itu akan mengikuti orang yang dicintai” Maka orang yang dicintai itu tidak lain karena akhlak yang baik.

Apakah kalian tahu Kisah Laila Majnun? Dinamakan Majnun karena tergila-gila dengan Laila. Ini adalah kisah cinta yang tidak direstui, dimana Qais tidak bisa menikah hingga menjadi majnun (Gila). Qais akhirnya mencium-cium pagarnya Laila, sampai dikira gila oleh orang lain. Namun Qais berkata “Sesungguhnya aku menciumi pagar temboknya Laila, bukan karena temboknya tapi karena cinta kepada pemilik tembok itu.” Inilah kalau sudah cinta. Namun ini cinta versi syahwat ya. Jadi manusia ketika sudah cinta dia akan mengikuti dan ini sudah tabiat manusia.

Dan semua manusia akan cinta kepada semua orang yang memiliki akhlak. Wajib bagi kita juga untuk menjauhi akhlak yang buruk, supaya tidak dibenci oleh manusia. Allah tidak akan Ridho, dan manusia pun tidak akan suka padanya, dan keluarganya pun tidak suka padanya. Ini kalau akhlak yang buruk.

Orang yang beradab itu adalah ia yang selalu memuliakan orang tuanya. Ini yang pertama. Kemudian gurunya. Sebab gurunya itu adalah orang tua yang kedua. Sebagaimana dikatakan Syaikh Muqbil bin Hadi al Wadi'i “Sesungguhnya saya memiliki 2000 anak sekarang”. Yang dimaksud adalah murid-muridnya. Maka wajib orang yang beradab itu memuliakan orang tuanya.

Manusia yang paling berhak menerima sikap Iqrar adalah orang tua. Ketika kita punya adab untuk memberi, maka yang paling berhak diberi adalah orang tua. Kita muliakan mereka. Maka Ketika Rasulullah menggabungkan ibadah itu adalah dengan berbakti orang tua “Dan Rabb-mu menyuruh manusia untuk beribadah kepada-Nya dan selalu berbuat baik kepada orang tua....(QS Al-Isra’: 23).

Bahkan orang tua kita yang kafir pun kita harus bersikap baik kepadanya. Abu Hurairah adalah orang kafir, tapi dengan akhlaknya yang baik Ibunya kemudian masuk Islam. Kisah lain juga terjadi pada Asma binti Abu Bakar Ash-Shidiq. Ketika ibunya, Qatilah, yang masih dalam keadaan musyrik akan datang untuk berkunjung kepadanya, Asma meminta fatwa kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaklah kamu menyambung silaturahmi kepada ibumu” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim].

Demikian pula dengan Muallim sebagai orang tua kedua kita. Dan kata ulama itu minimal mendoakan ke orang tua itu 5 kali sehari. Kalau tidak maka anak tersebut durhaka. Banyaklah berdoa sebagaimana doanya Nabi Ibrahim “Rabbana Taqqabal Minna sholatana” Ketika antum mendoakan orang lain pada doa antum, khususnya semua orang beriman, maka pahalanya sejumlah orang beriman tersebut baik yang masih hidup maupun sudah meninggal. Berapa miliar jumlahnya? Kalau kita menyebutkan doa ini maka pahalanya sebanyak itu pula.

Rabbi firli waliwalidayya walimjamaah” Antum bisa berdoa terus menerus secara mutlak. Begitu pun doa guru-guru antum. Imam Ahmad selalu mendoakan Imam Syafii. Beliau menjelaskan ketika ditanya anaknya “Sesungguhnya imam Syafii itu Bagai rembulan yang menerangi manusia.”

Demikian juga orang yang berakhlak itu selalu memuliakan saudara-saudaranya, orang-orang yang lebih tua darinya, saudaranya yang lebih tua darinya. Dan semua orang-orang yang lebih tua darinya, kakak kelasnya, ia harus memuliakan mereka. Kita harus lebih merendah hati bukan merendah diri. Itu namanya tawadhu’ bukan rendah diri atau menghinakan diri. Walaupun statusnya orang yang lebih tua dari kita tersebut lebih miskin, namun dalam agama kita wajib memuliakannya. Strata itu hanya status sosial saja, namun agama tidak memandang itu. Oleh karena itu, kalau berhadapan dengan orang yang lebih tua dari kita hendaknya wajib kita muliakan.

Dan hendaknya dia menyayangi orang yang lebih kecil dari dia. “Bukan golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih muda atau tidak menghormati yang lebih tua.” (HR. at-Tirmidzi no. 1842). Maksud bukan golongan kami adalah tidak sempurna ittibanya kepada Nabi, karena tidak mengikuti sunnah. Maka kalau ketemu orang yang lebih tua hendaknya kita muliakan, dan yang lebih kecil hendaknya kita sayangi. Maka dengan sikap seperti ini, semua orang akan terkena syariat dari Hadits ini. Jangan sampai kita bersikap semena-mena “Saya lebih tua, maka saya tidak memuliakannya.” Kalau ada yang kecil maka salah satu bentuk sayang kita adalah dengan mengalah. Itu yang diajarkan oleh istri Ustadz kepada anak tertuanya untuk bersikap baik kepada adiknya. Coba kita amalkan Hadits ini maka kita akan tenang untuk hidup. 

Dan menghadapi orang yang lebih tua maka muliakanlah. Inilah manusia yang berakhlak. Orang yang berakhlak itu tenang hidupnya. Orang yang tidak berakhlak itu membuat semua manusia tidak suka dan dadanya akan menjadi sempit, serta dia akan masuk neraka. Orang yang berakhlak itu selalu jujur dalam berkata, tidak boleh berbohong. Lawan dari mukmin adalah munafik. Maka orang munafik selalu berkata bohong. Ciri-ciri kemunafikan ada 3:

  1. Kalau dia bicara bohong meskipun hal sepele,
  2. Kalau dia sudah berjanji maka dia menyelisihi janjinya,
  3. Kalau diberi Amanah dia menghianati.

Maka seorang mukmin dia pantang dengan sifat-sifat ini. Nabi kalau ingin menghindari ucapan manusia, maka Nabi ber-Tauriyah. Diriwayatkan oleh Ibnu Hisyâm, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pasukannya sampai di dekat Safra` (suatu daerah di dekat Badar); beliau mengutus Basbas dan Ady bin Abi Zaghba` ke Badar. Keduanya disuruh mencari informasi tentang Abu Sufyan dan rombongan dagangnya. Dalam riwayat lainnya disebutkan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar Radhiyallahu anhu juga keluar untuk tujuan ini. Keduanya bertemu dengan seseorang yang sudah tua. Rasulullah bertanya kepadanya tentang pasukan Quraisy. Orang tua itu mau menjawab asalkan mereka berdua memberitahu dari mana asal mereka ? Keduanya setuju. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memintanya agar bercerita lebih dahulu. Orang itu menjelaskan bahwa ia mendengar berita tentang Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya telah berangkat pada hari ini dan ini. Jika si pembawa berita itu benar, berarti mereka sekarang sudah sampai di tempat ini dan ini. Dan jika si pembawa berita tentang pasukan Quraisy juga jujur, berarti mereka sekarang berada di tempat ini dan ini. Setelah menyelesaikan ceritanya, orang itu bertanya: “Dari mana kalian berdua ?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Kami berasal dari air”.  Kemudian keduanya meninggalkan orang tua itu yang masih bertanya : “Dari air ? Apakah dari air Irak ?

Ada juga Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, no. 13817; Abu Daud, no. 4998 dan at-Tirmizi, no.1991 dari Sahabat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Anas Radhiyallahu anhu , seorang laki-laki meminta kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar dibawa serta di atas tunggangannya, lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:Aku akan membawamu dengan anak unta.” Laki-laki itu berkata, “Wahai Rasûlullâh! Apa yang bisa saya perbuat dengan anak unta?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Apakah ada unta yang tidak dilahirkan oleh unta betina.”

Demikianlah yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau tetap berkata jujur meskipun sedang bercanda. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya aku juga bercanda, namun aku tidak mengatakan kecuali yang benar.” [HR. Thabrâni]

Dan berislah itu bisa dilakukan dalam 3 hal. Ibnu Syihab berkata, “Aku tidaklah mendengar sesuatu yang diberi keringanan untuk berdusta di dalamnya kecuali pada tiga perkara, “Peperangan, mendamaikan yang berselisih, dan perkataan suami pada istri atau istri pada suami (dengan tujuan untuk membawa kebaikan rumah tangga).” (HR. Bukhari no. 2692 dan Muslim no. 2605, lafazh Muslim).

Adapun selain daripada itu seseorang harus jujur. Akhlak yang paling tinggi seorang muslim adalah jujur. Nabi Ketika ditanya apakah seorang mukmin bisa pengecut? Bisa, apakah bisa bakhil? Bisa, apakah bisa berbohong? Tidak. Kalau dia berbohong maka masuk kepada munafik, dan dia masuk ke neraka yang paling dalam.

Munafik itu ada 2 yaitu ada munafik ittiqodi dan amali. Munafik ititqodi yaitu dia menampakkan Islam tapi hatinya kafir. Munafik ini ada pada zaman Nabi, tapi ada juga di zaman sekarang seperti Abu Janda. Kita lihat kalau mereka ngomong maka akan menyerang Islam, padahal bajunya Islam, fasih membaca dalil, bahkan Nabi mengatakan "Sesungguhnya apa yang paling aku takutkan pada umatku adalah orang munafik yang alim secara lisan." (HR. Ahmad) Mereka menjadi ketua di organisasi Islam tapi bekerja sama dengan Yahudi terlaknat. Menjadi pembesar organisasi Islam tapi malah kerja sama dengan orang yahudi. Ini Namanya munafik ittiqodi. Di zaman Nabi golongan ini dipimpin oleh Abdullah bin Ubay bin Salul. Ciri-cirinya mereka tidak senang dan benci jika Islam menang.

Munafik ittiqodi lebih kafir dari orang-orang kafir. Dalilnya “Sungguh, Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di neraka Jahanam.” (An-Nisa: 140) dan juga “Sungguh, orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.” (An-Nisa: 145). Mereka lebih parah siksaannya daripada orang kafir, karena mereka itu musuh dalam selimut. Bahkan di zaman Nabi, mereka ikut majelis Nabi, belajar dari Nabi secara langsung, tapi membocorkan rahasia kaum muslimin. Dan kaum muslimin kesusahan melawan mereka.

Kemudian munafik amali adalah munafik secara perbuatan. Kalau munafik secara perbuatan masih dalam kategori muslim, dosanya masih biasa saja. Seperti bohong, menyalahi janji, dan tidak amanah. Dosanya dosa biasa. Ini munafik amali. Ustadz prihatin karena masih mendengar, kalau mendapati temannya itu berbohong, maka langsung divonis dengan membawakan Dalil “Kalau munafik maka kafir” Makanya Ustadz ketawa kenapa masih ada yang membawakan dalil ini karena memang ada mukmin yang buruk akhlaknya maka ia selalu berkata bohong, tapi belum tentu kita langsung menghakimi kafir.

Muslim yang akhlaknya bagus selalu bersifat tawadhu’ yang membawa menjadi mulia, bukan rendah diri yang membawa menjadi hina. Apa itu rendah hati? Nabi bersabda “...dan tidak ada seorangpun yang bersifat tawadhu’ (merendahkan diri) karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya”. (HR. Muslim, No: 2588). Orang tawadhu’itu selalu mulia. Allah mengangkat derajatnya.

Termasuk di antara bisikan setan itu mendorong kita untuk bersifat rendah diri dan mau dihinakan oleh orang. Bahkan lawan dari tawadhu’itu sombong, dan tidak akan masuk kepada surga kalau ada sifat kesombongan walau seberat tepung.

Definisi tawadhu’ ada beberapa

  1. Menghargai orang yang lebih muda
  2. Kata Syekh Abdul Razak tawadhu’ itu engkau mau belajar kepada muridmu sendiri. Dan ustadz sering mengamalkan ini kepada murid-murid yang sudah masuk S1 dan Lipia. Namun justru mereka tidak memahami tawadhu’ sehingga murid-murid ini semakin sombong.
  3. Definisi tawadhu’ yang paling bagus adalah definisinya Al-Imam, Hasan Al-Bashri "Tawadhu adalah engkau keluar rumah dan tidaklah engkau berjumpa dengan seorang muslim melainkan engkau memandangnya lebih utama dibandingkan denganmu."

Munculkan di dalam hati dan pikiranmu, “Kalau dia lebih tua, maka katakanlah dia lebih dulu mengenal Islam darimu. Kalau dia lebih muda, maka dia lebih sedikit dosa. Kalau lebih miskin maka lebih sedikit hisabnya, kalau dia lebih kaya dia lebih banyak berderma.” Bahkan kalau bertemu ahli maksiat, maka tanamkan di pikiran kita “Siapa tahu dia nanti diberikan hidayah.” Ketika bertemu dengan semua orang, hadirkan pada hati kita bahwa semua orang lebih baik dari kita. Kalau kita mendapati sifat seperti ini, maka tidak akan kita dapati sifat sombong pada diri kita.

Kemudian orang yang berakhlak itu bersabar akan ujian yang menimpanya. Sabar akan buruknya akhlak tetangganya. Imam Ahmad Ketika ditanya apa itu akhlak? Beliau menjawab “Akhlak yang paling tinggi itu engkau tidak marah.” Sebab jika orang yang tidak marah, maka dia bisa mengontrol dirinya.

Marah itu adalah awalnya menjadi gila, kemudian akhirnya menyesal. Kalau sudah marah itu sudah keluar semua sifatnya, dan tidak ubah seperti orang gila. Pada akhirnya kalau sudah normal maka dia akan menyesal. Maka seorang mukmin adalah dia yang bersabar menahan diri. Berkata Syekh Islam Ibnu Taimiyah “Bersabar itu pil yang sangat pahit sekali, tapi akhirnya itu lebih manis daripada madu.” Orang seperti ini akan mendapatkan kemuliaan. Ini termasuk akhlak yang sangat mulia. Bahkan Nabi mengatakan ““Seorang mukmin yang bergaul di tengah masyarakat dan bersabar terhadap gangguan mereka, itu lebih baik dari pada seorang mukmin yang tidak bergaul di tengah masyarakat dan tidak bersabar terhadap gangguan mereka(HR. Tirmidzi). Punya istri yang rewel hendaknya sabar. Karena bisa saja dengan kesabaran itu, istri yang tidak suka tadi menjadi cinta. Banyak kita membaca kisah di mana awalnya istrinya tidak suka, namun karena dia banyak bersabar lama-lama istrinya menjadi cinta.

Lalu dia tidak boleh memutuskan silaturahmi dengan anak-anaknya. Ini sifat-sifat berakhlak. Tidak boleh memukul dan berdebat. Debat ini termasuk akhlak yang sangat buruk. Jadi orang yang mulia itu tidak boleh berdebat. Kata Nabi SAW ““Aku akan menjamin rumah di tepi surga bagi seseorang yang meninggalkan perdebatan meskipun benar. Aku juga menjamin rumah di tengah surga bagi seseorang yang meninggalkan kedustaan meskipun bersifat gurau. Dan aku juga menjamin rumah di surga yang paling tinggi bagi seseorang yang berakhlak baik.” (H.R. Abu Daud).

Ada keutamaan orang yang meninggalkan debat. Dan termasuk di antara akhlak yang paling mulia seorang muslim yaitu tidak berdebat. Mengalah itu lebih baik. Jadi ketika ada manusia mencaci maki Al Imam Asyafi'i, apa kata Imam Syafi'i? “Diamku adalah Jawabanku. Saya tidak mau melayani orang-orang yang mengajakku debat.” Mereka tidak mau berdebat karena sifat orang Mulia itu tidak berdebat. Imam Malik ketika diajak musuhnya berdebat, apa kata beliau “Agama saya sudah sempurna apa yang mau didebat?” Islam sudah sempurna, apa yang mau didebatkan. Beliau tidak mau berdebat. Ini akhlaknya orang mukmin yang Sholeh. Bahkan Nabi memberikan jaminan masuk surga meskipun dia benar namun dia meninggalkan debat.

Kemudian sifat orang yang berakhlak itu adalah tidak meninggikan suara ketika berbicara. Demikian juga tertawa itu tidak usah tinggi-tinggi. Sifat orang yang mukmin yang mulia akhlaknya itu tertawanya jangan terlalu keras. Bicaranya juga jangan terlalu tinggi-tinggi. Nabi Sallahu Ali wasam telah mencontohkan.nya Tertawanya nabi Sallahu Ali wasallam itu adalah tersenyum, paling tinggi tertawanya nabi itu hanya kelihatan gigi-giginya, hanya kelihatan langit-langit mulut. Tidak sampai keluar semua isi perutnya.

Ketawanya nabi hanya tersenyum saja dan nabi jarang tertawa. Dari Anas radhiyallahu anhu, Telah bersabda Rasulullah sallallahu alaihi wasallam "Sekiranya kalian melihat apa yang aku lihat niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis." Mereka bertanya: "Apa yang engkau lihat wahai Rasulullah ?" Beliau menjawab : "Aku melihat surga dan neraka". (Hadits Riwayat Muslim). Waktu Isra, Nabi melihat surga dan neraka. Ini membuat nabi itu selalu menangis dan tertawanya sedikit. Dan Ustadz melihat ada orang-orang tua yang umur 80 tahun ketawanya sampai terpingkal-pingka. Ustadz mentadabburi “Apakah mereka tidak ingat mati ya? tertawanya Luar biasa ya.” Orang-orang yang sudah tua itu umur 80an tahun 90-an tahun. Maka seorang mukmin hendaknya selalu memikirkan akhirat. Banyak ketawa akan mematikan hati. Hindari banyak ketawa karena banyak ketawa akan mematikan hati. Banyak Makan, banyak bicara, banyak tidur, dan banyak ketawa akan mematikan hati.

Nabi SAW tertawanya hanya tersenyum saja dan senyuman nabi itu indahnya luar biasa. Iya senyuman nabi itu indah sekali. Dan Ustadz -semoga tidak termasuk membicarakan kebaikan ya, dan semoga ini termasuk tahadusbinikmatillah karena Ustadz tidak enak menceritakan sebenarnya- Ustadz pernah dimimpikan berdiri di sebuah rumah, kemudian di samping pagar itu ada seorang laki-laki di mana senyuman begitu indah sekali, senyuman dengan bibir yang kemerah-merahan manis. Senyumnya begitu indah luar biasa. Lalu disebutkan di mimpi itu, “Lihatlah orang ke arah sana dialah Muhammad Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam” Senyumnya begitu indah. Ketika Ustadz bangun dari tidur maka keindahan itu Ustadz rasakan sehari penuh di mana masih terkesan dengan keindahan itu. Ustadz sangat terkesan dengan senyuman yang luar biasa. Semoga ini bukan termasuk berbangga-bangga dengan kebaikan, semoga ini tahadus binikmatillah. Artinya kesan yang Ustadz perhatikan di situ adalah sebuah senyuman begitu luar biasa. Keindahan senyuman.

Antum pernah melihat dalam mimpi Rasulullah sallallahuaihi Wasallam? Semoga ya. Nabi bersabda ““Barang siapa melihatku dalam mimpi, maka dia benar-benar telah melihatku. Sesungguhnya setan tidak dapat menjelma sepertiku.” (HR Muslim). Tetapi dia harus belajar tentang fisik nabi SAW. Bisa jadi setan menyerupai Pak Ghazali. Maka kita hendaknya harus belajar bagaimana fisik nabi sallallahuaihi wasallam, bagaimana mukanya, bagaimana senyumannya, bagaimana postur tubuh beliau. Sehingga orang yang mimpi melihat nabi SAW dia harus mengetahui bagaimana fisik Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam.

Banyak manusia mimpi ketemu dengan nabi SAW namun ada syaratnya. Yang pertama dia harus mengetahui Fisik Nabi. Yang kedua dalam mimpi itu tidak mengajarkan ajaran baru. Jika ada yang bilang “Saya mimpi bertemu dengan nabi, nabi menganjurkan salawat 1000 kali 10.000 kali. Salawat - salawat yang belum pernah diajarkan kepada para sahabatnya tapi diajarkan kepada saya dan saya diperintah untuk menyampaikan kepada kalian.” Kok nabi Ahli bid’ah? Mengajarkan yang tidak diajarkan sebelumnya. itu syarat yang kedua. Syarat yang ketiga, kita harus biasa-biasa saja, tidak perlu kita bangga-banggakan, tidak perlu kita ceritakan ke orang lain untuk menunjukkan kelebihannya.

 

QnA

  1. Anak yang nakal itu salah siapa jika melihat Al-Kahfi: 74 tentang Nabi Khidir yang membunuh seorang Anak? Secara asal Al- Imam Ibnul Qayyim berkata bila kita mendapati anak itu nakal maka bisa jadi itu adalah hukuman Allah subhanahu wa taala untuk orang tuanya, yang Allah tidak menghapus dosa orang tua melainkan melalui anaknya. Jadi anaknya nakal ini sebagai penghapus dosa, karena dosa yang pernah dilakukan oleh orang tua tersebut. Tetapi ada saat-saat tertentu juga, anak nakal karena takdir Allah subhanahu wa taala juga, dan ada faktor-faktor lain, kan disebut dalam hadis bahwa orang tuanya yang menjadikan Yahudi dan Nasara. Jadi sebenarnya bukan orang tua saja, ada faktor-faktor lain juga, mungkin karena faktor lingkungan atau karena faktor di mana dia belajar, faktor di mana dia hidup, atau karena faktor pendidikan juga, atau karena memang Hidayah juga Allah menghendaki demikian. Jadi tidak semata-mata melalui orang tua. Kadang Allah menghendaki yang lain. Nah anak ini awalnya baik, anak itu tidak terlihat buruk, ini tidak lepas daripada andil orang tuanya. Tapi menurut catatan takdir Allah, atas kehendak Allah, anak ini menjadi musyrik, dan dengan kesyirikannya itu dia mengajak orang tuanya kepada kesyirikan, sehingga Allah menyuruh Nabi Khidir untuk membunuh anak tadi, jadi kalau Allah sudah menghendaki kafir tidak ada yang bisa menghalanginya meskipun orang tuanya mendidiknya. contohnya Nabi Nuh Alaihi Salam, banyak anak-anak para nabi durhaka & kafir, istri mereka durhaka & kafir, mereka sudah mendidiknya, sudah mengajarkan kepadanya kebaikan, tetapi Hidayah Allah berkata lain. Justru Allah menjadikannya orang kafir. Jadi secara asal, baik-buruk anak itu tidak lepas daripada orang tua. Ini secara asal, tapi ada saat - saat tertentu Allah menghendaki mereka kafir. Ada juga seorang anak hidup pada orang tua yang buruk, tapi mereka menjadi orang Shaleh, Bahkan mereka menjadi ulama besar, ini tidak lepas daripada kehendak Allah subhanahu wa taala. Tapi secara asal itu memang baik buruknya anak tidak lepas daripada orang tua, namun tidak menafikan kehendak Allah subhanahu wataala. Dalam surah Al-Kahfi juga disebutkan demikian, Ketika Nabi Khidir memperbaiki perbendaharaan yang dimiliki oleh dua anak yatim “Sesungguhnya di dalam rumah ini ada harta benda anak yatim dan itu adalah milik orang tua mereka dulu yang Saleh.” Para ulama tafsir mengatakan bahwasanya orang tua mereka dulu Saleh sehingga menurunkan kesalehan kepada dua anak yatim ini, sehingga nabi Khidir mau membantu mereka. Jadi memang ada pengaruh kesalehan orang tua kepada anak. Demikian juga Maryam ketika membawa Nabi Isa Alaihi Salam. Apa kata orang Yahudi? yamaryamana umuka makat umuka bag Wahai Maryam sesungguhnya ibumu bukanlah wanita pelacur dan Bapakmu bukanlah orang jahat.” Artinya Kenapa Maria membawa anak tanpa Bapak? Sedangkan ibunya bukan wanita pelacur. Nah kenapa yang mereka serang ibunya? Para ulama tafsir mengatakan menurut tradisi orang Yahudi terdahulu kalau orang tuanya Saleh pasti anaknya juga Saleh kalau orang tuanya buruk pasti anaknya buruk. Nah ketika mereka melihat dan menduga Maryam itu wanita yang melahirkan anak Tanpa Suami mereka sebut “ibumu bukan wanita pelacur” berarti berdasarkan ayat ini memang secara asal orang tua itu punya pengaruh terhadap anak tapi ada kondisi-kondisi tertentu yang tidak lepas daripada takdir Allah seperti anak Nabi Nuh Alaihi Salam, istrinya Nabi Luth, pamannya Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam. Walaupun mereka didakwahkan namun tetap dalam kekafiran, karena sudah takdir.

 

Baca selengkapnya
Pertemuan 1 Kitab Fadhlul Islam

Pertemuan 1 Kitab Fadhlul Islam

A.     

Al-Muallif (Pengarang) Syekh Muhammad Sholih Bin Utsaimi membawakan beberapa dalil dari Al-Quran dan Hadits Nabi SAW, yang menunjukkan keutamaan daripada Al-Islam

  1. Surat Al-Maidah: 3

“...Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu...” Ayat ini mengabarkan dan menginformasikan kepada kita akan kesempurnaan daripada agama Islam. Al Imam Ibnu Katsir di dalam Kitab Tafsir beliau mengatakan “Dengan adanya ayat ini tidak ada lagi agama dan ajaran melainkan yang datang dari Nabi SAW”. Walaupun pada hakikatnya ayat ini berkaitan dengan hewan buruan, syariat, dan tata cara dalam berburu namun Allah SWT tetap menutup dengan bunyi ayat di atas. Kita katakan yang menjadi tolok ukur kaidahnya adalah keumuman lafaz, bukan sebab turunnya ayat. Jadi keumuman lafaz dari ayat ini menginformasikan bahwasanya Islam adalah agama yang sempurna dan diridai oleh Allah pada semua sisi dan perkara. Semuanya telah disempurnakan oleh Allah dan semua ajaran Islam diridai oleh Allah serta nikmat terbesar adalah agama Islam yang diberikan kepada kita.

Asy-Syaikh Sholih Al-Utsaimi berkata, bahwasanya makna dari kata Al-Fadhlu (Keutamaan) dalam syarahnya adalah, “Kebaikan-kebaikan secara khusus yang menjadikan Islam itu lebih unggul daripada yang lain.” Banyak kebaikan-kebaikan yang ada di dalam Islam dan kekhususan-kekhususan di dalam Islam yang menjadikannya lebih unggul daripada semua agama mana pun di muka bumi ini. Ma’ruf daripada perkataan orang-orang Arab yakni, “Sesuatu yang disebut unggul apabila hakikatnya tampak di hadapan manusia, dapat dilihat dan bukan hanya sekedar pengakuan.” Kalau sekedar pengakuan, semua orang bisa ngomong, tapi jika tampak maka semua orang bisa menilai.

Maka Syekh Ramdani berkata “Andaikan semua agama dan ajaran di muka bumi ini dikumpulkan menjadi satu, maka Islam dengan sendirinya akan tampak dengan segala kebaikannya.” Maka orang akan menilai Islam itu luar biasa. Itu yang mamanya Fadhilah, secara hakikatnya sudah tampak. Cukup seseorang menilai dengan melihat bagaimana seseorang menjalankan Islam.

Maka di sinilah diketahui Fadlul Islam, bahwasanya Islam adalah agama yang memiliki keutamaan. Kita ambil contoh apa yang dikatakan kafir musyrik pada zaman Abu Dzar Al-Ghifari. Kafir ini hidup di tengah sahabat yang mengamalkan semua ajaran Nabi. Bahkan sesuatu yang para sahabat tidak suka tapi Nabi lakukan, maka tetap diamalkan. Inilah antusiasme sahabat. Yang membuat orang musyrik ini takjub hidup di tengah sahabat, yaitu pada perkara biasa saja kaum muslimin menjalankan adabnya, dan terdapat ilmunya. Kemudian ia datang kepada Abu Dzar dan berkata “Wahai Abu Dzar sesungguhnya Nabi kalian telah mengajarkan semuanya, bahkan perkara WC saja diajarkan”. Maka Abu Dzar berkata “Benar sesungguhnya Nabi kami telah mengajarkan segala sesuatu sampai perkara WC”. Inilah yang membuat orang takjub. Bahkan dalam Riwayat lain Abu Dzar menambahkan “Bahkan burung yang mengepakkan sayapnya juga diajarkan.” Inilah Islam yang tampak dengan segala kelebihannya.

  1. Hadits Nabi

Di antara keunggulan dan keutamaan Islam, bahwasanya islam itu mengajarkan kita baik perkara dunia maupun akhirat. Perkara dunia yakni Nabi mengajarkan tentang adab-adab dalam bermuamalah yaitu hubungan antara sesama. Kita diajarkan agar berbicara yang baik ketika kita bermuamalah. Dan Nabi mengatakan “Berkata yang baik adalah sedekah.” (HR Bukhari). Artinya ini anjuran untuk berkata yang baik dan membahagiakan orang. Asal perkataan yang benar, jangan membahagiakan tapi bohong.

Bahkan dalam hadits lain Nabi mengatakan “Sebaik-baik amal saleh adalah agar engkau memasukkan kegembiraan kepada saudaramu yang beriman(HR. Ibnu Abi Dunya). Ini mengajarkan bahwa dalam bermuamalah kita harus menyenangkan hati orang lain.

Kemudian dalam bermuamalah harus tersenyum sebagaimana haditsnya “Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah bagimu” (HR Tirmidzi no 1956). Walaupun realita tidak sesuai dengan hati kita, -misalnya lagi marah atau tidak nyaman- kita tetap bisa membentuk wajah kita bahagia dan menunjukkan senyuman guna mendapatkan pahala sedekah. Dan Nabi SAW memiliki senyum yang paling indah.

Hadits lainnya "Tidaklah beriman kepadaku orang yang kenyang semalaman sedangkan tetangganya kelaparan di sampingnya, padahal ia mengetahuinya." (HR At-Thabrani). Atau hadits ““Wahai wanita-wanita muslimat! Janganlah seorang jiran wanita menghina (hadiah atau pemberian) jirannya, walaupun hanya kuku kambing.“ (Hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim). Ini semua adalah anjuran untuk berbagi.

Terkait muamalah, Islam juga mengatur bagaimana muamalah dengan anak dan istri, Nabi bersabda “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap perempuannya (istrinya)(H.R. Ibnu Majah No. 1978). Kemudian terdapat Hadits yang mengajarkan adab sebelum tidur. Bahkan masuk ke WC saja ada puluhan sunah, dan ini adalah perkara duniawiyah. Jika dalam urusan duniawiyah dan urusan yang rendah saja Islam mengajarkan kepada kita secara sempurna, maka tentu dalam ajaran beramal dan beribadah Islam mengajarkannya lebih sempurna kepada kita. Kaum muslimin saat ini masih terjerat dan berbicara masalah khilafiah, tapi orang-orang kafir Sudah sampai ke bulan. Tapi ke bulan adalah masalah dunia, maka hendaknya kita lebih teliti masalah akhirat.

  1. Al-Anbiya: 107

Kemudian keutamaan Islam adalah Agama Rahmatan Lil Alamin. Dalilnya “Kami tidak mengutus kamu Muhammad selain sebagai Rahmatan Lil Alamin.”  Surat Al-Anbiya Ayat 107. Apa definisi Alam? Apakah Langit dan Bintang? Alam adalah segala sesuatu selain daripada Allah. Artinya Alam adalah semua makhluk ciptaan Allah. Ibnu Abbas mengatakan Alam adalah langit, bumi, manusia, jin, hewan, malaikat, dll. Maka dibawanya Islam oleh Rasulullah adalah Rahmat bagi semua Alam, yakni bagi manusia, hewan, lingkungan bahkan bagi syaitan sekalipun.

Jadi kalau orang melihat ajaran Islam itu adalah benar-benar penuh dengan Rahmat. Maka Ketika Nabi menawan orang kafir, maka Nabi mengikatnya di tiang masjid supaya mereka dapat langsung melihat ajaran Islam. Dan hampir semua kafir yang diikat di sana, akhirnya masuk Islam karena melihat langsung aktivitas kaum muslim.

Bahkan dalam perang pun Islam penuh dengan Rahmat. Misalnya tidak boleh mencincang mayat, merusak pohon, membunuh wanita dan anak-anak, dll. Ketika Muhammad Al-Fatih menaklukkan Konstantinopel, para pendeta dibiarkan hidup di gereja. Maka karena sikap rahmatnya itu sehingga sebagian dari mereka masuk Islam. Hal itu karena mereka menyaksikan sendiri rahmatnya.

Dalam kehidupan bertetangga juga dianjurkan memberi rahmat bahkan kepada orang kafir. Dalam Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra. berkata, “Aku mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda, ‘Janganlah kalian menolak pengemis, meskipun dia kafir’. Lalu seorang sahabat bertanya, ‘Wahai Nabi, apakah kita boleh menyedekahkan sebagian harta kita kepada orang kafir?‘ Nabi Muhammad SAW menjawab, ‘Ya. Sesungguhnya mereka itu salah satu dari makhluk Allah SWT. Sesungguhnya sedekah itu benar-benar jatuh dari tangan ar-Rahman’.” Maka Hadits ini menjadi dalil Ketika bersedekah dengan mereka. Bahkan Abdullah bin Amr di Yaumil Atba’ mengatakan “Sisakan daging kalian kepada tetangga kalian (Maksudnya Yahudi dan Nasrani).” Kita sendiri tahu manusia yang paling keras permusuhannya adalah Yahudi. Namun Islam tetap mengajarkan sikap Rahmat kepada mereka.

Rahmat kepada binatang juga demikian. Yakni menyembelih harus dengan pisau tajam supaya tidak menyiksa hewan. Jika pisau tajam disembelihkan ke hewan, maka dia tidak tersiksa. Selain itu jangan melihatkan pisau di depan hewan, karena bisa membuat dia bisa stres. Saat menggeret hewan juga tidak boleh kasar. Kemudian tidak boleh menggiling hewan.

Di Zaman Nabi ada seseorang Lelaki memukul kuda, kemudian Nabi melarangnya. Lalu Nabi mendekatinya, ternyata hewan ini terlalu banyak dibebani, maka Nabi mengingatkan lelaki ini akan hak hewan yakni jangan membebani di luar kapasitasnya. Ini rahmat kepada hewan.

Tidak boleh membunuh hewan selain yang disyariatkan. Tidak boleh membunuh dengan sengaja. Hewan yang boleh dibunuh secara sengaja adalah Ular dan Cicak. Ada yang mengatakan sebab bolehnya membunuh Ular karena menurut pakar sejarah dia yang mengeluarkan Adam. Kemudian Cicak, karena dia meniup api Nabi Ibrahim saat dibakar. Kemudian hewan yang boleh dibunuh adalah Anjing Hitam, Burung Gagak, Burung Elang, Tikus, dan Kalajengking. Secara syariat hewan ini diperintahkan untuk dibunuh, karena hewan-hewan ini membahayakan. Adapun selain itu tidak boleh membunuhnya, kecuali secara syariat mereka memang tabiatnya mengganggu.

Kemudian ada hewan-hewan yang tidak boleh membunuhnya, walaupun secara tabiat dia mengganggu. Contohnya Katak karena suaranya itu adalah dzikir. Ustadz saat hidup di rumah panggung dulu, di bawahnya berbunyi suara kodok, maka seharusnya kita menikmati dan membersamai mereka dalam dzikir. Sebagaimana Nabi Daud yang bertasbih Bersama burung-burung. Maka jangan merasa terganggu. Kemudian semut, tidak boleh kita membunuhnya. Tawon tidak boleh membunuhnya. Dalam ilmu fiqih, baik hewan yang tidak dilarang maupun dilarang membunuhnya, maka kita dilarang untuk memakannya. Bahkan penuntut ilmu di dalam Hadits itu didoakan oleh semut-semut di lubang yang memohonkan ampunan dan berdoa untuk penuntut ilmu. Dan semua semut ini mendoakan kepada penuntut ilmu. Kenapa semut dan hewan memohonkan ampunan kepada para penuntut ilmu? Karena dengan ilmu yang dipelajari akan menjadi Rahmat bagi merek. Kalau mereka tahu agama maka menjadi Rahmat bagi hewan-hewan. Dulu manusia itu membakar sarang semut. Karena kejahilan kita dulu kita siram pakai bensin, lemparkan api, dan membakar semua semut. Nah kalau orang sudah paham agama, maka ilmu itu menjadi Rahmat bagi semua hewan.

Kemudian di antara keunggulan dan Fadhilatul Islam adalah bahwasanya Islam memberikan solusi bagi problema hidup. Islam mengajarkan kita poligami, itu solusi dalam kehidupan. Apalagi Nabi mengatakan “Perbandingan Laki-Laki dan Wanita di hari akhir itu 1:50” Artinya jika seorang wanita menikah maka 49nya tidak kebagian. Itu pun kalau poligami, masih 46nya tidak kebagian. Dimana-mana jumlah perempuan pasti lebih banyak. Maka Islam mengajarkan solusi di setiap kehidupan.

Ustadz tidak tahu kenapa zaman sekarang, wanita lebih menakutkan. Padahal zaman dahulu wanita itu samina wa atona kepada kaum laki-laki. Ustadz pernah mendengar sebuah obrolan, ada seorang pembicara mengatakan “Kalau dulu seorang istri itu mendahulukan suaminya daripada anak, kalau sekarang terbalik seorang istri mendahulukan anak daripada suami.” Dulu ibu Ustadz lebih mendahulukan suaminya daripada anaknya. Bahkan mertua Ustadz mengajarkan lebih mendahulukan suami daripada anak. Entah apa kekuatan yang membuat Wanita sekarang menaklukkan laki-laki.

Kemudian Allah berfirman, pada ayat di atas ada 3 poin utama:

  1. Islam agama yang sempurna dan Allah-lah yang menyempurnakan Islam.
  2. Allah memberikan nikmat kepada kita berupa Al-Islam. Islam ini nikmat terbesar daripada apa pun.

Bahkan dalilnya adalah “Barang siapa yang diberi hidayah oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk (dalam semua kebaikan dunia dan akhirat)(QS al-A’raaf:178). Karena jaminannya adalah surga dan Allah. Dalam Hadits disebutkan “Sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang muslim.” Dalam riwayat lain disebutkan “tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang mukmin.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Islam itu artinya berserah diri untuk beribadah hanya kepada Allah saja. Orang yang berada di dalam Islam jaminannya adalah surga Allah SWT. Dalam Hadits dikisahkan jika pelaku dosa dimasukkan kepada neraka dan berkumpul bersama Nasrani dan Yahudi. Maka orang kafir ini berkata? “Kenapa kamu orang Islam masuk kepada neraka? Bukankah Islam itu agama yang benar? Maka orang muslim berkata “Benar sesungguhnya kami umat muslim, dan karena dosa kami Allah murka dan menaruh kami ke neraka” Allah mendengar percakapannya, lalu memerintahkan malaikat untuk mengeluarkan semua orang Islam di dalam neraka. Maka orang kafir itu berangan-angan dalam kesedihan “Andaikan dulu aku menjadi seorang muslim” Maka digambarkan dalam ayat Quran “Orang-orang yang kafir itu sering kali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim.” Maka orang muslim itu ada yang tanpa hisab dan masuk surga, dan ada juga yang Allah masukkan ke neraka dahulu untuk menyucikan dosa mereka. Maka Islam itu adalah nikmat terbesar.

  1. Islam adalah agama yang diridhai oleh Allah SWT.

Sungguh ayat ini menunjukkan kelebihan dari agama Islam. Maka orang-orang Yahudi Ketika membaca ayat ini mereka berkata kepada Umar bin Khattab “Wahai Amirul mukminin telah diturunkan kepadamu sebuah ayat di mana jika ayat itu diturunkan maka ayat itu akan kami jadikan hari besar yaitu Al-Maidah:3” Itu tabiat dan tradisinya Nasrani dan Yahudi di mana menjadikan semua aspek sebagai hari besar. Maka Umar berkata “Sesungguhnya ayat itu turunnya di padang Arafah, dan merupakan ayat yang terakhir turun.” Ketika Nabi SAW berkhotbah di Arafah, Nabi mengatakan “Apakah kami telah menyampaikan agama ini kepada kalian?” Maka para Sahabat menjawab “Benar” Lalu Nabi berkata “Ya Allah saksikanlah bahwa aku telah menyampaikan seluruhnya.” Lalu Allah menurunkan ayat ini.

Nabi berkata “Aku diutus oleh Allah untuk menyampaikan agama Islam dengan jelas bagaikan siang bolong.” Maka jalankan saja Islam, karena masih banyak amal Sholeh yang belum kita amalkan, jangan beralih ke yang lain. Dalam Sholat saja ada 600 sunah kata Imam Tirmidzi, namun banyak yang tidak kita amalkan. Sayangnya kita belum bisa mengamalkannya semua, namun kita sudah mendatangkan amalan-amalan yang baru. Ini sangat tidak beradab. Demi menegakkan sunah kita sudah mengamalkan yang lain.

Dalil “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Hujurat:1). Ibnu Katsir menjelaskan maksud mendahului di sini adalah engkau melakukan apa yang tidak dikerjakan oleh Rasul. Maka masih banyak ibadah yang belum kita garap, jangan kita menghancurkan ajaran-ajaran yang tidak ada contohnya. Maka ayat ini bukti bagi Nabi bahwa ajaran Islam telah disampaikan semua. Dan penyair berkata “Apabila telah sempurna sesuatu maka dia justru akan berkurang kalau ditambah.”

 

QNA

  1. Terkait hewan penganggu, apakah nyamuk termasuk mengganggu? Iya termasuk. Jadi kaidahnya pertama kita membunuhnya, di mana syariatnya sudah menjelaskan secara langsung. Ada juga hewan yang kita disuruh membunuhnya tapi tidak disebutkan dalam syariat. Sehingga kaidahnya semua hewan yang tabiatnya mengganggu, maka syariat memperbolehkan membunuhnya walaupun secara nas syariat tidak menjelaskan secara detail mengenai hal tersebut. Nyamuk jelas mengganggu..
  2. Dalam Al-Maidah : 3 itu awalnya pemburuan hewan lalu penyempurnaan syariat apa hubungannya? Awalnya ayat itu menjelaskan kaidah untuk berburu hewan, maka artinya sudah jelas bahwa Islam itu sudah sempurna, di mana sudah mengatur semua mengenai hal ini.
  3. Jika ikan bagaimana membunuh yang benar? Cara membunuh yang baik adalah dengan memancingnya lalu membiarkannya mati di darat. Kalau memukulnya kita lihat dulu. Kalau dia mengganggu, misalnya ikan yang bergerak cepat ketika ditangkap nelayan, maka dalam kondisi seperti itu kita pukul dia. Karena ada beberapa ikan yang berbahaya dengan menusukkan sesuatu yang beracun.
  4. Yang disebut sempurna dalam agama ini batasannya bagaimana, karena dalam furu’ banyak terjadi perbedaan? Sempurna ini dalam perkara dunia dan akhirat. Adapun dalam agama ini batasannya dalam dalil. Kita mengedepankan Quran dan Hadits bukan perkataan ulama, karena ini yang menjadi penyebab penyempurnaan agama Islam. Sebab terjadinya perbedaan di antara para ulama adalah:
    1. Karena yang satu sudah sampai dalilnya dan yang lain belum. Imam Syafii tidak mendapati Hadits yang menjelaskan hal tersebut, kemudian berijtihad. Namun Imam Ahmad telah mendapatkannya maka ijtihadnya berbeda. Karena zaman dahulu terbatas dalam mengakses Hadits. Maka perbedaan itu yang membedakannya. Tentu kita mengikuti Hadits, karena sudah ada dalil dan petunjuk yang jelas.
    2. Yang kedua yakni sama-sama punya dalil namun pendapatnya berbeda-beda. Maka di sana terdapat perbedaan, yakni yang satu mendapatkan Hadits yang Shohih dan yang satu Dhoif. Maka ini area ahli Hadits yang menentukan mana Hadits yang Dhoif dan Shohih. Misalnya kenapa waktu buka puasa ada yang membaca doa berbeda “Allahumma Lakasumtu” dan “Dzahaba Domau”? Ternyata yang Allahumma Lakasumtu Haditsnya  tidak Shohih.
    3. Yang Ketiga yakni mereka sama-sama berdalil dengan Hadits Shohih tapi cara memahaminya berbeda.
    4. Yang keempat dia menyalahi Hadits karena Haditsnya di hukumi Dhoif sehingga tidak mengamalkannya lalu mengandalkan ijtihadnya sendiri. Jadi kita tetap berusaha kembali kepada Quran dan Dalil.
  5. Bagaimana jika para ulama salafush sholih sendiri berbeda pendapat? Itu kembali kepada sebab ketiga tadi yakni sama-sama mendapatkan Hadits Shohih tapi cara memahaminya berbeda. Itu sudah terjadi di zaman sahabat. Apa yang menyebabkan Khawarij itu keluar pada pemikiran Ahlu Sunah pada zaman Ali? Mereka memegang dalil “Siapa yang keluar dari Islam maka wajib dibunuh” Mereka juga telah berdebat dengan Ibnu Abbas tapi tidak puas, lalu ke Abdullah bin Zubair juga sama. Pada zaman Umar, Ada Hadits mengenai perpecahan umat padahal Ka’bah mereka sama, ditanyakan kepada sahabat lain ada yang tahu apa maknanya? Kemudian tidak ada yang bisa menjawab, kecuali ibnu Abbas yang menjawabnya dengan berkata “Mereka menafsirkan Quran dengan pemahaman mereka, akhirnya mereka saling berselisih dan membunuh” Perkataan Ibnu Abbas ini menjadi hujjah para kaum salafus sholih untuk tetap berdiri mengikuti para salaf.
Baca selengkapnya

Rabu, 07 Agustus 2024

Mukadimah Penulis Bagian 1 Buku Ta'lim al-Muta'alim Thoriq at-Ta'allum

Mukadimah Penulis Bagian 1 Buku Ta'lim al-Muta'alim Thoriq at-Ta'allum

Apabila kalian sudah berada di taman surga maka berbahagialah. Taman surga di sini maksudnya adalah majelis zikir sebagaimana hadits “Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan untuknya jalan menuju surga.” (HR Bukhari dan Muslim)

Mushonnif (penulis) memulai dengan bacaan bismillah. Dalilnya “Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan bacaan bismillah, maka amalan tersebut terputus berkahnya.” (HR. Al Khatib). Kemudian apa beda Ar-Rahman dan Ar-Rahim dalam Bismillahirrahmanirrahim? Ar-Rahman berlaku untuk seluruh manusia sedangkan Ar-Rahim hanya untuk muslim saja. Lalu Mushonnif memulai dengan bacaan hamdalah dan sholawat. Dua hal inilah yang menjadikan sesuatu hal akan diturunkan keberkahan di waktu tersebut.

Segala puji bagi Allah yang mengutamakan Bani Adam dengan ilmu dan amal di atas Alam Semesta. Bani Adam di sini merujuk arti kita sebagai manusia bukan hewan, tumbuhan, maupun jin. Tujuan atau inti dari At-thoriqul mushkil (jalan yang mengantarkan ilmu) adalah untuk beramal. Di mana yang mendapatkan fadhilah luar biasa ini hanya orang-orang yang dikhususkan oleh Allah untuk mendapatkan bagian yang begitu berharga yaitu Ilmu Agama. Dalilnya “Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, sesungguhnya mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka barang siapa yang telah mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Yang menjadikan perbedaan besar antara seorang yang berilmu dan yang tidak berilmu adalah tatkala ia mengamalkan ilmunya. “Al-Ilmu Bi Laa Amalin Ka-Asyajari Bi Laa Tamarin” yang artinya “Ilmu yang tidak di amalkan bagai pohon yang tak berbuah”. Dijelaskan di kitab Shahih Bukhori, “Dikatakan untuk berilmu dulu sebelum berbuat.” Sesungguhnya berilmu itu tidak hanya dengan memiliki ilmu saja tapi juga beramal. Jika ia sudah mumpuni dengan ilmunya maka kedudukannya akan tinggi di sisi Allah SWT karena Allah mengangkat derajat orang-orang yang berilmu.

Kemudian setelah memuji Allah dan bershalawat kepada Nabi SAW, di sini Syekh Burhanuddin Az-Zarnuji menyifati Nabi SAW dengan sayid atau tuannya orang-orang Arab dan Ajam. Orang Ajam secara umum yang dijelaskan di sini adalah Semua bangsa Non-Arab dan secara khusus adalah Romawi dan Persia. Ditambahkan oleh Syekh Shalih bahwa sesungguhnya kepemimpinan Nabi SAW tidak dikhususkan pada Arab dan Ajam saja, karena Nabi SAW bersabda “Anna sayyidu waladil adam” (HR. Muslim) artinya “Aku adalah sayyid dari seluruh anak Adam”. Namun di waktu yang lain Nabi SAW mengatakan bahwa yang sayid itu adalah Allah. السَيِّدُ اللّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالىAs-Sayyid adalah Allah tabaraka wa ta’ala” (HR. Abu Dawud: 4808, dishahihkan oleh al-Albani)

Apakah keduanya bertentangan? Maka di sini kita harus bersikap kritis dan menundukkan akal. Maksudnya hadits yang kedua bahwa Allah adalah Sayyid diartikan secara hakikat. Dan Nabi SAW adalah Sayyid bagi anak cucu adam dalam artian keutamaan yang diberikan Allah kepadanya. Mushonnif di sini mengkhususkan Arab dan Ajam karena keduanya berpengaruh di dunia saat itu dan dalam waktu yang sangat panjang. Karena itulah disebutkan bahwa sayidnya Nabi SAW hanya khusus kepada kedua bangsa ini saja. Namun Syekh Shalih menyebutkan “Jika Nabi SAW saja sudah disebut sebagai Sayyid kepada kedua bangsa ini dan dengan dua jenis manusia ini, maka Nabi SAW lebih berhak lagi untuk menjadi sayid bagi manusia dari jenis lainnya.”

Kemudian Mushonnif menyebutkan Sholawat serta Salam kepada keluarga dan Sahabat Nabi SAW. Kemudian menqiyaskan sahabat sebagai yanabik (Mata Air). Maka yang dimaksud Mata Air di sini adalah poros keilmuan mereka dikarenakan mereka yang menyaksikan langsung ilmu turun. Dan nabi menyampaikan ilmunya langsung secara dirayah (pengolahan sanad hadits) dan riwayah (pengolahan isi hadits berikut ushul-ushul haditsnya). Kemudian sahabat mengumpulkannya secara dirayah sehingga kedudukan mereka istimewa di sisi Allah.

Kemudian dijelaskan bahwa Hikmah adalah sesuatu yang mengena. 3 syarat suatu perbuatan dapat menjadi yanbaghi (dapat menjadi hikmah) yaitu:

  1. Perbuatannya tepat,
  2. Di waktu yang tepat, dan
  3. Dengan cara yang tepat

Disebutkan mengapa Syekh Zarnuji mewajibkan dirinya untuk membuat kitab ini. Alasannya adalah karena dasarnya banyak orang di zaman Syekh Burhanuddin Zarnuji yang berusaha untuk menuntut ilmu akan tetapi mereka tidak sampai pada ilmu tersebut. Artinya mereka sudah menuntut ilmu namun tidak sampai pada tujuan, atau tidak tahan selama prosesnya, dan ia tidak juga mendapatkan kebermanfaatan ilmu untuk diri sendiri maupun orang lain, serta ia tidak mendapatkan buah dari ilmu tersebut.

Faktor Penghambat Ilmu Sebabnya ada 2 yaitu: Di mana mereka salah dalam mengambil jalan, dan mereka meninggalkan syarat-syarat untuk mengetahui, mendapatkan serta bertahan di jalan tersebut. Maka setiap yang jalannya salah maka ia pasti akan tersesat. Akibatnya tujuan mereka tidak tercapai dan mereka tidak akan mendapatkan ilmu kecuali hanya sedikit. Dengan kata lain mereka buang-buang waktu.

Baca selengkapnya

Senin, 05 Agustus 2024

MUQODIMAH PENSYARAH BUKU TA'LIM MUTA'ALIM Part 1

MUQODIMAH PENSYARAH BUKU TA'LIM MUTA'ALIM Part 1

Adab harus menghiasi keseharian seorang muslim terutama dalam untuk menuntut ilmu. Ada beberapa dalil dalam menuntut ilmu yaitu:

  • Hadits bersumber dari Anas bin Malik RA, berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa keluar untuk menuntut ilmu, maka ia berada di jalan Allah sampai ia kembali.” (HR. al-Tirmidzi).
  • Hadits dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, "Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim" (HR. Ibnu Majah no. 224)
  • Di dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keShalihan akhlak.” (HR. Al-Baihaqi).
  • Dalam Kitab Fathul Bari, Ibnu Hajar menyebutkan: وَالْأَدَبُ اسْتِعْمَالُ مَا يُحْمَدُ قَوْلًا وَفِعْلًا وَعَبَّرَ بَعْضُهُمْ عَنْهُ بِأَنَّهُ الْأَخْذُ بِمَكَارِمِ الْأَخْلَاقِAl adab artinya menerapkan segala yang dipuji oleh orang, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Sebagian ulama juga mendefinisikan, adab adalah menerapkan akhlak-akhlak yang mulia” (Fathul Bari, 10/400).

Adapun dalam Syarah atau Penjelasan Kitab Ta’lim Muta'allim Thoriqun Ta'alim berikut disebutkan bahwa Penulisnya adalah Syekh Burhanuddin Al-Zarnuji Al-Hanafi. Sedangkan Pensyarahnya adalah Syekh Shalih bin 'Abdillah Hamad Al 'Ushoimiy di mana beliau masih hidup dan aktif mengajar di Saudi saat ini.

Adapun Kata Pengantar dari Syekh Shalih, Beliau membuka dengan pujian kepada Allah dan shalawat kepada Nabi Muhammad. Kata pengantar Syekh Shalih ini disampaikan pada saat Dauroh Syekh Burhanudin ke-11. Ada 6 bagian dalam Kata Pengantar yang membahas mengenai perkenalan terhadap penulisnya:

  1. Syekh Burhanudin tidak diketahui ayah maupun kakeknya.

Dan kalaupun ada yang tahu maka diragukan kevalidannya. Ada sebuah adab di daerah Arab di mana kalau ada nama atau julukan burhan maka nama aslinya adalah Ibrahim sebagaimana jika ada nama Abdurrahman adalah pengganti atau laqob dari Wajihuddin, sebagaimana juga Ahmad laqobnya adalah Solehudin. Sebagai informasi nama Abu bakar adalah kunyah dan As-Sidiq adalah laqob. Anak kecil pun sudah boleh memiliki kunyah sebagaimana dalilnya: “Wahai Abu ‘Umair ada apa dengan nughair?” Anas berkata, “(Nughair) adalah burung kecil yang dia (Abu ‘Umair) biasa bermain dengannya.” (HR. Bukhari no. 6129, 6203 dan Muslim no. 2150). Adapun mengenai ini, Syekh Jubaidi punya kitab-kitab yang membahas tentang laqob.

  1. Tidak diketahui tanggal dan tahun pastinya lahirnya Syekh Burhanuddin Zarnuji. Namun yang diketahui beliau lahir di akhir Abad ke 6H, sekitar Tahun 550H ke atas.
  2. Syekh Burhanuddin Zarnuji belajar dari ayahnya.

Ayahnya seorang yang Shalih, dan anaknya juga Shalih. Nikmatnya anak memiliki ayah yang Shalih adalah bahwasanya anak bisa belajar dari ayahnya dan anak bisa mengamalkan apa yang diajari oleh ayahnya sehingga ayahnya mendapatkan amal jariah. Adapun Ali bin Abi bakar & Hasan bin Ali yang mana kemungkinan keduanya adalah ayah dan anak adalah guru dari Syekh Zarnuji.

  1. Murid-murid Syekh Zarnuji tidak diketahui secara jelas siapa saja namanya
  2. Karya atau Karangannya Syekh Zarnuji adalah Kitab Ta'limul Muta'allim Tariq At-Ta’allum.

Dan tidak diketahui kitab lainnya lagi. Namun bukan berarti kita mengatakan tidak ada karya lain dari beliau. Bisa jadi ada namun belum diketahui. Kitab Ta'limul Muta'allim tersebut sudah eksis selama 600-an tahun, dan masih dipelajari hingga saat ini.

  1. Syekh Zarnuji meninggal atau wafat dalam keadaan syahid pada awal abad ke 7 (Sekitar 600H - 650H). Namun, tahun spesifiknya tidak diketahui.

Adapun mengenai pembahasan tentang isi kitabnya, dikemukakan bahwa telah ditetapkan tentang judulnya yaitu Ta'limul Muta'allim Thariq At-Ta’allum. Nama kitab ini dinisbatkan kepada Syekh Al-Zarnuji sehingga jika ada yang mengaku-mengaku sebagai pengarang kitab ini maka bisa dibantah. Kevalidan nama ini didapat dari 2 sumber yaitu: biografi dan kitab aslinya.

Penisbatan ini didasari karena tidak ada penjelasan kitab Ta'limul Muta'allim yang dinisbatkan selain kepada Syekh Al-Zarnuji. Judul kitab ini menjelaskan tentang jalan menuntut ilmu dan bagaimana menyifati sifat penuntut ilmu yang akan mengantarkannya kepada ilmu. Derajat kitab ini termasuk karangan yang luar biasa, dan memiliki kandungan yang tinggi dan bermanfaat.

Adapun cara menjelaskan Syekh Zarnuji dalam kitabnya adalah dengan membahas tentang faslun (bab-bab) yang berjumlah sekitar 13. Faslun yang ada berisi ayat Al-Quran, Hadits Nabi, perkataan salaf (orang terdahulu), dan syair-syair. Dibalik kitab yang bermanfaat ini ada sedikit catatan penting dari Syekh Shalih yaitu di mana Syekh Zarnuji agaknya kurang memperhatikan dalam takhrij hadits beserta riwayat-riwayatnya dan tidak dijelaskan urutan-urutan sahihnya. Dan bahkan di dalam kitab ini dapat kita temui hadits yang maudhu, yaitu hadits yang tidak ada riwayatnya atau bisa disebut hadits palsu. Maka sebagai penuntut ilmu yang bisa kita lakukan adalah mengikuti syarahnya dari Syekh Shalih karena beliau merupakan guru yang mumpuni. Dibalik beberapa hadits yang tidak shahih tersebut sebenarnya juga terdapat manfaat yakni kita jadi dapat belajar muamalah untuk memaklumi. “Undzur ma qola wala tandzur man qoola” yang artinya “Lihatlah apa yang disampaikan, dan jangan melihat siapa yang menyampaikan.” Itulah kenapa pentingnya belajar dengan syarahnya. Dan kitab ini banyak berisi pendapat-pendapat dari ulama mazhab Hanafi.

Mengapa kita Wajib membaca kitab ini setidaknya ada 3 alasan:

  1. Karena bagi penuntut ilmu, jika mereka sudah tahu jalan terbaik dalam menuntut ilmu maka akan lebih mudah dalam mendapatkan ilmu tersebut. Sehingga buku ini sangat membantu proses dalam menuntut ilmu.
  2. Banyak penyakit penuntut ilmu adalah ketidaktahuannya akan jalan menuntut ilmu. Dan salah satu yang menolong penuntut ilmu adalah dengan membaca kitab ini.
  3. Dan bahkan menjadi sebuah keharusan dari jamaah penuntut ilmu sebelum memulai jalan menuntut ilmu didahului dengan membaca kitab ini sebelum mempelajari ilmu-ilmu yang lain.
Baca selengkapnya

Jumat, 02 Agustus 2024

Reactivate Blog for Sharing Ilmu dan Nasehat

From Today, i will share my Al-Ilm in this blog, for all this read my blog especially for reminding myself.
Barakallah. God Bless Me.




Cisauk, Tangerang, 2024
Baca selengkapnya