Rabu, 14 Agustus 2024

Pertemuan 1 Kitab Akhlaq Lil Banin


Pembahasan tentang Akhlak adalah bagian daripada Aqidah yang mana satu kesatuan dan tidak bisa dilepaskan. Tolok ukur bagusnya Aqidah seseorang dilihat daripada akhlaknya. Sebab Akhlak merupakan implementasi dari Aqidah.

Nabi bersabda “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamu.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Implementasi Aqidah yang baik adalah ketika terdapat Akhlak yang baik. Iman kepada Allah dan Hari Akhir adalah masalah Aqidah. Dan implementasi Aqidah yang benar adalah memuliakan tamu.

Dan Hadits lain “”Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik atau diam.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Maka berkata-kata yang baik merupakan implementasi dari Aqidah yang baik.

Dan Dalil lain “Dan Rabb-mu menyuruh manusia untuk beribadah kepada-Nya dan selalu berbuat baik kepada orang tua....(QS Al-Isra’: 23). Maka seorang mukmin tidak hanya belajar Aqidah saja, tapi seorang mukmin juga harus belajar tentang akhlak. Karena sebab dua hal inilah seorang mukmin masuk kepada surga Allah SWT.

““Yang paling banyak memasukkan ke surga adalah takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia.” (HR. Tirmidzi) Bahkan Ketika seseorang tidak berakhlak maka tidak akan diakui dan dianggap ibadahnya. Ibadah dan ilmunya sudah bagus, Aqidahnya sudah kuat, tapi jika dia tidak mengimplementasikannya di kehidupan sehari-hari maka itu tidak dianggap. Karena akhlak itu adalah buah daripada Aqidah yang benar.

Rasulullah pernah mendapat pertanyaan dari sahabat mengenai tetangganya. "Sesungguhnya Fulanah melakukan ibadah malam dengan rutin, dia juga bersedekah, tapi dia menyakiti tetangga-tetangga dengan mulutnya." Rasulullah SAW menjawab, "Dia tak punya kebaikan sama sekali. Dia termasuk ahli neraka." Rasulullah ditanya lagi, "Si Fulanah itu sholatnya hanya yang wajib-wajib saja. Dia menyedekahkan beberapa potong roti keju, namun dia tidak pernah menyakiti hati tetangganya." Rasulullah kemudian menjawab, "Dia termasuk ahli surga." (H.R. Baihaqi). Kita tahu keutamaan dua amalan ini qiyamul lail dan kemudian siangnya dia puasa sunah. Keutamaan seorang mukmin adalah ia mengerjakan Qiyamul Lail. Shalat yang paling utama setelah Shalat wajib adalah Qiyamul Lail. Nabi bersabda “Hendaknya kalian melakukan Qiyamul Lail karena hal itu merupakan kebiasaan para orang shalih sebelum kalian, karena Qiyamul Lail sebagai bentuk pendekatan seorang hamba kepada Allah, pencegah dari perbuatan dosa, pelebur kesalahan dan sebagai penolak sakt dari jasad.” (HR. Tirmidzi)

Begitu pula puasa, pelindung dari neraka, benteng yang kokoh dan menjadi pelindung kita di akhirat. Namun karena seseorang tidak ramah dengan lingkungan sosial dan tidak punya akhlak, maka amalan-amalan tadi tidak bermanfaat. Maka lebih bermanfaat orang yang ibadahnya biasa saja tapi ramah, daripada ibadahnya kuat tapi tidak baik dengan tetangga. Kita lihat banyak orang yang belajar Aqidah, tapi semakin banyak belajar Aqidah justru semakin kaku. Misalnya sama Ahli bidah tidak mau mengobrol. Kepada Orang kafir saja kita dianjurkan untuk baik, apalagi orang muslim. Walau mereka awam kita tetap dianjurkan berbuat baik. Maka ini tentunya tidak hikmah. Maka seorang mukmin hendaknya belajar tentang Aqidah dan akhlak.

Abdullah bin salam ketika itu meragukan apakah Nabi Muhammad itu benar Nabi yang disebutkan di Taurat atau tidak. Padahal keberadaan orang Yahudi di Madinah itu untuk menunggu Nabi tapi mereka tidak mau percaya. Maka pendeta besar Abdullah itu mau melihat. Ajaran pertama Nabi di Madinah adalah Aqidah, tapi yang dia tampakkan adalah akhlak. Maka Abdullah berkata “Nabi itu murah senyum. Dan apa yang diajarkan oleh manusia adalah “Tebarkan senyum, berbuat baik kepada manusia, dan Shalat malamlah”. Padahal Nabi mengajarkan Aqidah tapi yang diterapkan sehari-hari adalah akhlak. Hal ini karena dia yakin akan Allah dan hari akhir. Maka jangan sampai pulang kajian itu marah-marah kepada istrinya, dia ingin menuntut istrinya seperti Aisyah, tapi kalau istrinya menuntut kita seperti Nabi Muhammad maka akan repot. Maka seorang mukmin hendaknya mendalami tentang akhlak.

Dengan apakah seseorang harus berakhlak? Wajib bagi seseorang untuk berakhlak mulia dan menghiasi dirinya dengan akhlak mulia. Ingat perhiasan paling berharga dari diri manusia adalah akhlak. Sesuatu yang tidak tampak disebut abstrak. Akhlak memang abstrak tapi dia tampak. Maka perhiasan yang paling indah adalah akhlak. Ia melebihi baju yang paling mahal, indahnya fisik seseorang, tutur katanya yang bagus, sikapnya yang sangat ramah, mau menyebarkan salam kepada semua orang.

Maka ulama salaf Ketika mendengar kabar meninggal seorang ulama mengatakan “Telah meninggal ilmu dan adab” Karena ulama itu tidak hanya membawa ilmu saja tapi juga adab. Dari 6000 manusia yang hadir di majelis Ahmad bin Hanbal, hanya 2000 yang mencatat, 4000 sisanya mempelajari adabnya Ahmad bin Hanbal.

Berakhlak itu agar selama hidup ia dicintai oleh manusia. Manusia itu secara tabiat mencintai orang yang bagus akhlaknya. Bahkan musuh ataupun orang kafir pun cinta kepada kita kalau kita berakhlak. Abdul Qadir Jailani ketika pergi ke Baghdad menuntut ilmu lalu membawa kantung uang di jubahnya, ketika ia dihadang para begal di jalan kemudian giliran beliau ditanya “Apakah kamu membawa harta?” Beliau menjawab “Iya, saya membawa harta di kantong baju saya.” Lalu perampok itu mengatakan “Kenapa kamu berkata jujur?” Lalu ia berkata “Karena Ibu saya mengajarkan saya untuk tidak berbohong karena itu adalah akhlak yang paling buruk.”

Pada salah satu Hadits Nabi, Seorang sahabat pernah bertanya pada Rasulullah Saw. "Apakah mungkin seorang mukmin itu kikir?" Rasulullah SAW menjawab: "Mungkin saja." Sahabat bertanya lagi: Apakah mungkin seorang mukmin bersifat pengecut?" Dijawab: " Mungkin saja." Sahabat bertanya lagi, “Apakah mungkin seorang mukmin berdusta?" Rasulullah menjawab: Tidak" (HR Imam Malik).” Maka kalau seorang mukmin berbohong hilanglah sifat mukminnya, dan dia tergolong munafik.

Lalu kepala perampok berikut pasukannya yang membegal Abdul Qadir Al-Jailani itu kemudian bertobat karena Akhlaknya Abdul Qadir Al-Jailani. Bahkan hewan pun demikian, ketika kita berbuat baik maka dia akan suka sama kita. Ada hewan yang karena manusia tidak baik dia lari dan tidak suka, ada yang mencakarnya. Maka hewan tersebut tidak suka karena akhlaknya manusia tersebut.

Dan Allah pun Ridho kepada orang yang berakhlak, keluarganya juga akan cinta kepada dia, dan semua manusia akan cinta kepadanya. Betapa banyak manusia tidak suka dan melihat aneh sunnah yang kita bawa. Namun Ketika kita menunjukkan akhlak kita maka manusia akan ikut. Banyak manusia yang memaksakan keluarganya untuk masuk ke sunnah, namun ini tidak hikmah. Padahal hikmah itu salah satu maknanya adalah bersikap baik. Kalau kita bersifat hikmah dan berakhlak maka manusia akan ikut kita.

Istri Ustadz waktu itu ketika kembali dari kajian Ustadz Mizan memakai cadar, lalu orang tua menentang dan berkata “Kamu kuliah apa pergi kajian? Ajaran apa ini?” Namun karena Istri Ustadz berakhlak, selalu bertutur kata yang baik, berbakti dan bersabar, maka hati orang tua ini luluh. Dan sesekali buku yang dibawa Istri Ustadz ini dibaca, dan kaset kajian Ustadz Yazid, Ustadz Abdul Hakim adad Ustadz Badrusalam diputar. Mertua Ustdaz ini curi-curi pendengaran, dan akhirnya memakai cadar. Dari yang awalnya benci, maka mertua lama-lama cinta, dan dari cinta menjadi ikut. Kata Abdullah bin Mubarak “Kalau kamu cinta maka kamu pasti akan mengikutinya, karena orang yang mencintai itu akan mengikuti orang yang dicintai” Maka orang yang dicintai itu tidak lain karena akhlak yang baik.

Apakah kalian tahu Kisah Laila Majnun? Dinamakan Majnun karena tergila-gila dengan Laila. Ini adalah kisah cinta yang tidak direstui, dimana Qais tidak bisa menikah hingga menjadi majnun (Gila). Qais akhirnya mencium-cium pagarnya Laila, sampai dikira gila oleh orang lain. Namun Qais berkata “Sesungguhnya aku menciumi pagar temboknya Laila, bukan karena temboknya tapi karena cinta kepada pemilik tembok itu.” Inilah kalau sudah cinta. Namun ini cinta versi syahwat ya. Jadi manusia ketika sudah cinta dia akan mengikuti dan ini sudah tabiat manusia.

Dan semua manusia akan cinta kepada semua orang yang memiliki akhlak. Wajib bagi kita juga untuk menjauhi akhlak yang buruk, supaya tidak dibenci oleh manusia. Allah tidak akan Ridho, dan manusia pun tidak akan suka padanya, dan keluarganya pun tidak suka padanya. Ini kalau akhlak yang buruk.

Orang yang beradab itu adalah ia yang selalu memuliakan orang tuanya. Ini yang pertama. Kemudian gurunya. Sebab gurunya itu adalah orang tua yang kedua. Sebagaimana dikatakan Syaikh Muqbil bin Hadi al Wadi'i “Sesungguhnya saya memiliki 2000 anak sekarang”. Yang dimaksud adalah murid-muridnya. Maka wajib orang yang beradab itu memuliakan orang tuanya.

Manusia yang paling berhak menerima sikap Iqrar adalah orang tua. Ketika kita punya adab untuk memberi, maka yang paling berhak diberi adalah orang tua. Kita muliakan mereka. Maka Ketika Rasulullah menggabungkan ibadah itu adalah dengan berbakti orang tua “Dan Rabb-mu menyuruh manusia untuk beribadah kepada-Nya dan selalu berbuat baik kepada orang tua....(QS Al-Isra’: 23).

Bahkan orang tua kita yang kafir pun kita harus bersikap baik kepadanya. Abu Hurairah adalah orang kafir, tapi dengan akhlaknya yang baik Ibunya kemudian masuk Islam. Kisah lain juga terjadi pada Asma binti Abu Bakar Ash-Shidiq. Ketika ibunya, Qatilah, yang masih dalam keadaan musyrik akan datang untuk berkunjung kepadanya, Asma meminta fatwa kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaklah kamu menyambung silaturahmi kepada ibumu” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim].

Demikian pula dengan Muallim sebagai orang tua kedua kita. Dan kata ulama itu minimal mendoakan ke orang tua itu 5 kali sehari. Kalau tidak maka anak tersebut durhaka. Banyaklah berdoa sebagaimana doanya Nabi Ibrahim “Rabbana Taqqabal Minna sholatana” Ketika antum mendoakan orang lain pada doa antum, khususnya semua orang beriman, maka pahalanya sejumlah orang beriman tersebut baik yang masih hidup maupun sudah meninggal. Berapa miliar jumlahnya? Kalau kita menyebutkan doa ini maka pahalanya sebanyak itu pula.

Rabbi firli waliwalidayya walimjamaah” Antum bisa berdoa terus menerus secara mutlak. Begitu pun doa guru-guru antum. Imam Ahmad selalu mendoakan Imam Syafii. Beliau menjelaskan ketika ditanya anaknya “Sesungguhnya imam Syafii itu Bagai rembulan yang menerangi manusia.”

Demikian juga orang yang berakhlak itu selalu memuliakan saudara-saudaranya, orang-orang yang lebih tua darinya, saudaranya yang lebih tua darinya. Dan semua orang-orang yang lebih tua darinya, kakak kelasnya, ia harus memuliakan mereka. Kita harus lebih merendah hati bukan merendah diri. Itu namanya tawadhu’ bukan rendah diri atau menghinakan diri. Walaupun statusnya orang yang lebih tua dari kita tersebut lebih miskin, namun dalam agama kita wajib memuliakannya. Strata itu hanya status sosial saja, namun agama tidak memandang itu. Oleh karena itu, kalau berhadapan dengan orang yang lebih tua dari kita hendaknya wajib kita muliakan.

Dan hendaknya dia menyayangi orang yang lebih kecil dari dia. “Bukan golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih muda atau tidak menghormati yang lebih tua.” (HR. at-Tirmidzi no. 1842). Maksud bukan golongan kami adalah tidak sempurna ittibanya kepada Nabi, karena tidak mengikuti sunnah. Maka kalau ketemu orang yang lebih tua hendaknya kita muliakan, dan yang lebih kecil hendaknya kita sayangi. Maka dengan sikap seperti ini, semua orang akan terkena syariat dari Hadits ini. Jangan sampai kita bersikap semena-mena “Saya lebih tua, maka saya tidak memuliakannya.” Kalau ada yang kecil maka salah satu bentuk sayang kita adalah dengan mengalah. Itu yang diajarkan oleh istri Ustadz kepada anak tertuanya untuk bersikap baik kepada adiknya. Coba kita amalkan Hadits ini maka kita akan tenang untuk hidup. 

Dan menghadapi orang yang lebih tua maka muliakanlah. Inilah manusia yang berakhlak. Orang yang berakhlak itu tenang hidupnya. Orang yang tidak berakhlak itu membuat semua manusia tidak suka dan dadanya akan menjadi sempit, serta dia akan masuk neraka. Orang yang berakhlak itu selalu jujur dalam berkata, tidak boleh berbohong. Lawan dari mukmin adalah munafik. Maka orang munafik selalu berkata bohong. Ciri-ciri kemunafikan ada 3:

  1. Kalau dia bicara bohong meskipun hal sepele,
  2. Kalau dia sudah berjanji maka dia menyelisihi janjinya,
  3. Kalau diberi Amanah dia menghianati.

Maka seorang mukmin dia pantang dengan sifat-sifat ini. Nabi kalau ingin menghindari ucapan manusia, maka Nabi ber-Tauriyah. Diriwayatkan oleh Ibnu Hisyâm, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pasukannya sampai di dekat Safra` (suatu daerah di dekat Badar); beliau mengutus Basbas dan Ady bin Abi Zaghba` ke Badar. Keduanya disuruh mencari informasi tentang Abu Sufyan dan rombongan dagangnya. Dalam riwayat lainnya disebutkan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar Radhiyallahu anhu juga keluar untuk tujuan ini. Keduanya bertemu dengan seseorang yang sudah tua. Rasulullah bertanya kepadanya tentang pasukan Quraisy. Orang tua itu mau menjawab asalkan mereka berdua memberitahu dari mana asal mereka ? Keduanya setuju. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memintanya agar bercerita lebih dahulu. Orang itu menjelaskan bahwa ia mendengar berita tentang Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya telah berangkat pada hari ini dan ini. Jika si pembawa berita itu benar, berarti mereka sekarang sudah sampai di tempat ini dan ini. Dan jika si pembawa berita tentang pasukan Quraisy juga jujur, berarti mereka sekarang berada di tempat ini dan ini. Setelah menyelesaikan ceritanya, orang itu bertanya: “Dari mana kalian berdua ?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Kami berasal dari air”.  Kemudian keduanya meninggalkan orang tua itu yang masih bertanya : “Dari air ? Apakah dari air Irak ?

Ada juga Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, no. 13817; Abu Daud, no. 4998 dan at-Tirmizi, no.1991 dari Sahabat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Anas Radhiyallahu anhu , seorang laki-laki meminta kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar dibawa serta di atas tunggangannya, lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:Aku akan membawamu dengan anak unta.” Laki-laki itu berkata, “Wahai Rasûlullâh! Apa yang bisa saya perbuat dengan anak unta?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Apakah ada unta yang tidak dilahirkan oleh unta betina.”

Demikianlah yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau tetap berkata jujur meskipun sedang bercanda. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya aku juga bercanda, namun aku tidak mengatakan kecuali yang benar.” [HR. Thabrâni]

Dan berislah itu bisa dilakukan dalam 3 hal. Ibnu Syihab berkata, “Aku tidaklah mendengar sesuatu yang diberi keringanan untuk berdusta di dalamnya kecuali pada tiga perkara, “Peperangan, mendamaikan yang berselisih, dan perkataan suami pada istri atau istri pada suami (dengan tujuan untuk membawa kebaikan rumah tangga).” (HR. Bukhari no. 2692 dan Muslim no. 2605, lafazh Muslim).

Adapun selain daripada itu seseorang harus jujur. Akhlak yang paling tinggi seorang muslim adalah jujur. Nabi Ketika ditanya apakah seorang mukmin bisa pengecut? Bisa, apakah bisa bakhil? Bisa, apakah bisa berbohong? Tidak. Kalau dia berbohong maka masuk kepada munafik, dan dia masuk ke neraka yang paling dalam.

Munafik itu ada 2 yaitu ada munafik ittiqodi dan amali. Munafik ititqodi yaitu dia menampakkan Islam tapi hatinya kafir. Munafik ini ada pada zaman Nabi, tapi ada juga di zaman sekarang seperti Abu Janda. Kita lihat kalau mereka ngomong maka akan menyerang Islam, padahal bajunya Islam, fasih membaca dalil, bahkan Nabi mengatakan "Sesungguhnya apa yang paling aku takutkan pada umatku adalah orang munafik yang alim secara lisan." (HR. Ahmad) Mereka menjadi ketua di organisasi Islam tapi bekerja sama dengan Yahudi terlaknat. Menjadi pembesar organisasi Islam tapi malah kerja sama dengan orang yahudi. Ini Namanya munafik ittiqodi. Di zaman Nabi golongan ini dipimpin oleh Abdullah bin Ubay bin Salul. Ciri-cirinya mereka tidak senang dan benci jika Islam menang.

Munafik ittiqodi lebih kafir dari orang-orang kafir. Dalilnya “Sungguh, Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di neraka Jahanam.” (An-Nisa: 140) dan juga “Sungguh, orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.” (An-Nisa: 145). Mereka lebih parah siksaannya daripada orang kafir, karena mereka itu musuh dalam selimut. Bahkan di zaman Nabi, mereka ikut majelis Nabi, belajar dari Nabi secara langsung, tapi membocorkan rahasia kaum muslimin. Dan kaum muslimin kesusahan melawan mereka.

Kemudian munafik amali adalah munafik secara perbuatan. Kalau munafik secara perbuatan masih dalam kategori muslim, dosanya masih biasa saja. Seperti bohong, menyalahi janji, dan tidak amanah. Dosanya dosa biasa. Ini munafik amali. Ustadz prihatin karena masih mendengar, kalau mendapati temannya itu berbohong, maka langsung divonis dengan membawakan Dalil “Kalau munafik maka kafir” Makanya Ustadz ketawa kenapa masih ada yang membawakan dalil ini karena memang ada mukmin yang buruk akhlaknya maka ia selalu berkata bohong, tapi belum tentu kita langsung menghakimi kafir.

Muslim yang akhlaknya bagus selalu bersifat tawadhu’ yang membawa menjadi mulia, bukan rendah diri yang membawa menjadi hina. Apa itu rendah hati? Nabi bersabda “...dan tidak ada seorangpun yang bersifat tawadhu’ (merendahkan diri) karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya”. (HR. Muslim, No: 2588). Orang tawadhu’itu selalu mulia. Allah mengangkat derajatnya.

Termasuk di antara bisikan setan itu mendorong kita untuk bersifat rendah diri dan mau dihinakan oleh orang. Bahkan lawan dari tawadhu’itu sombong, dan tidak akan masuk kepada surga kalau ada sifat kesombongan walau seberat tepung.

Definisi tawadhu’ ada beberapa

  1. Menghargai orang yang lebih muda
  2. Kata Syekh Abdul Razak tawadhu’ itu engkau mau belajar kepada muridmu sendiri. Dan ustadz sering mengamalkan ini kepada murid-murid yang sudah masuk S1 dan Lipia. Namun justru mereka tidak memahami tawadhu’ sehingga murid-murid ini semakin sombong.
  3. Definisi tawadhu’ yang paling bagus adalah definisinya Al-Imam, Hasan Al-Bashri "Tawadhu adalah engkau keluar rumah dan tidaklah engkau berjumpa dengan seorang muslim melainkan engkau memandangnya lebih utama dibandingkan denganmu."

Munculkan di dalam hati dan pikiranmu, “Kalau dia lebih tua, maka katakanlah dia lebih dulu mengenal Islam darimu. Kalau dia lebih muda, maka dia lebih sedikit dosa. Kalau lebih miskin maka lebih sedikit hisabnya, kalau dia lebih kaya dia lebih banyak berderma.” Bahkan kalau bertemu ahli maksiat, maka tanamkan di pikiran kita “Siapa tahu dia nanti diberikan hidayah.” Ketika bertemu dengan semua orang, hadirkan pada hati kita bahwa semua orang lebih baik dari kita. Kalau kita mendapati sifat seperti ini, maka tidak akan kita dapati sifat sombong pada diri kita.

Kemudian orang yang berakhlak itu bersabar akan ujian yang menimpanya. Sabar akan buruknya akhlak tetangganya. Imam Ahmad Ketika ditanya apa itu akhlak? Beliau menjawab “Akhlak yang paling tinggi itu engkau tidak marah.” Sebab jika orang yang tidak marah, maka dia bisa mengontrol dirinya.

Marah itu adalah awalnya menjadi gila, kemudian akhirnya menyesal. Kalau sudah marah itu sudah keluar semua sifatnya, dan tidak ubah seperti orang gila. Pada akhirnya kalau sudah normal maka dia akan menyesal. Maka seorang mukmin adalah dia yang bersabar menahan diri. Berkata Syekh Islam Ibnu Taimiyah “Bersabar itu pil yang sangat pahit sekali, tapi akhirnya itu lebih manis daripada madu.” Orang seperti ini akan mendapatkan kemuliaan. Ini termasuk akhlak yang sangat mulia. Bahkan Nabi mengatakan ““Seorang mukmin yang bergaul di tengah masyarakat dan bersabar terhadap gangguan mereka, itu lebih baik dari pada seorang mukmin yang tidak bergaul di tengah masyarakat dan tidak bersabar terhadap gangguan mereka(HR. Tirmidzi). Punya istri yang rewel hendaknya sabar. Karena bisa saja dengan kesabaran itu, istri yang tidak suka tadi menjadi cinta. Banyak kita membaca kisah di mana awalnya istrinya tidak suka, namun karena dia banyak bersabar lama-lama istrinya menjadi cinta.

Lalu dia tidak boleh memutuskan silaturahmi dengan anak-anaknya. Ini sifat-sifat berakhlak. Tidak boleh memukul dan berdebat. Debat ini termasuk akhlak yang sangat buruk. Jadi orang yang mulia itu tidak boleh berdebat. Kata Nabi SAW ““Aku akan menjamin rumah di tepi surga bagi seseorang yang meninggalkan perdebatan meskipun benar. Aku juga menjamin rumah di tengah surga bagi seseorang yang meninggalkan kedustaan meskipun bersifat gurau. Dan aku juga menjamin rumah di surga yang paling tinggi bagi seseorang yang berakhlak baik.” (H.R. Abu Daud).

Ada keutamaan orang yang meninggalkan debat. Dan termasuk di antara akhlak yang paling mulia seorang muslim yaitu tidak berdebat. Mengalah itu lebih baik. Jadi ketika ada manusia mencaci maki Al Imam Asyafi'i, apa kata Imam Syafi'i? “Diamku adalah Jawabanku. Saya tidak mau melayani orang-orang yang mengajakku debat.” Mereka tidak mau berdebat karena sifat orang Mulia itu tidak berdebat. Imam Malik ketika diajak musuhnya berdebat, apa kata beliau “Agama saya sudah sempurna apa yang mau didebat?” Islam sudah sempurna, apa yang mau didebatkan. Beliau tidak mau berdebat. Ini akhlaknya orang mukmin yang Sholeh. Bahkan Nabi memberikan jaminan masuk surga meskipun dia benar namun dia meninggalkan debat.

Kemudian sifat orang yang berakhlak itu adalah tidak meninggikan suara ketika berbicara. Demikian juga tertawa itu tidak usah tinggi-tinggi. Sifat orang yang mukmin yang mulia akhlaknya itu tertawanya jangan terlalu keras. Bicaranya juga jangan terlalu tinggi-tinggi. Nabi Sallahu Ali wasam telah mencontohkan.nya Tertawanya nabi Sallahu Ali wasallam itu adalah tersenyum, paling tinggi tertawanya nabi itu hanya kelihatan gigi-giginya, hanya kelihatan langit-langit mulut. Tidak sampai keluar semua isi perutnya.

Ketawanya nabi hanya tersenyum saja dan nabi jarang tertawa. Dari Anas radhiyallahu anhu, Telah bersabda Rasulullah sallallahu alaihi wasallam "Sekiranya kalian melihat apa yang aku lihat niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis." Mereka bertanya: "Apa yang engkau lihat wahai Rasulullah ?" Beliau menjawab : "Aku melihat surga dan neraka". (Hadits Riwayat Muslim). Waktu Isra, Nabi melihat surga dan neraka. Ini membuat nabi itu selalu menangis dan tertawanya sedikit. Dan Ustadz melihat ada orang-orang tua yang umur 80 tahun ketawanya sampai terpingkal-pingka. Ustadz mentadabburi “Apakah mereka tidak ingat mati ya? tertawanya Luar biasa ya.” Orang-orang yang sudah tua itu umur 80an tahun 90-an tahun. Maka seorang mukmin hendaknya selalu memikirkan akhirat. Banyak ketawa akan mematikan hati. Hindari banyak ketawa karena banyak ketawa akan mematikan hati. Banyak Makan, banyak bicara, banyak tidur, dan banyak ketawa akan mematikan hati.

Nabi SAW tertawanya hanya tersenyum saja dan senyuman nabi itu indahnya luar biasa. Iya senyuman nabi itu indah sekali. Dan Ustadz -semoga tidak termasuk membicarakan kebaikan ya, dan semoga ini termasuk tahadusbinikmatillah karena Ustadz tidak enak menceritakan sebenarnya- Ustadz pernah dimimpikan berdiri di sebuah rumah, kemudian di samping pagar itu ada seorang laki-laki di mana senyuman begitu indah sekali, senyuman dengan bibir yang kemerah-merahan manis. Senyumnya begitu indah luar biasa. Lalu disebutkan di mimpi itu, “Lihatlah orang ke arah sana dialah Muhammad Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam” Senyumnya begitu indah. Ketika Ustadz bangun dari tidur maka keindahan itu Ustadz rasakan sehari penuh di mana masih terkesan dengan keindahan itu. Ustadz sangat terkesan dengan senyuman yang luar biasa. Semoga ini bukan termasuk berbangga-bangga dengan kebaikan, semoga ini tahadus binikmatillah. Artinya kesan yang Ustadz perhatikan di situ adalah sebuah senyuman begitu luar biasa. Keindahan senyuman.

Antum pernah melihat dalam mimpi Rasulullah sallallahuaihi Wasallam? Semoga ya. Nabi bersabda ““Barang siapa melihatku dalam mimpi, maka dia benar-benar telah melihatku. Sesungguhnya setan tidak dapat menjelma sepertiku.” (HR Muslim). Tetapi dia harus belajar tentang fisik nabi SAW. Bisa jadi setan menyerupai Pak Ghazali. Maka kita hendaknya harus belajar bagaimana fisik nabi sallallahuaihi wasallam, bagaimana mukanya, bagaimana senyumannya, bagaimana postur tubuh beliau. Sehingga orang yang mimpi melihat nabi SAW dia harus mengetahui bagaimana fisik Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam.

Banyak manusia mimpi ketemu dengan nabi SAW namun ada syaratnya. Yang pertama dia harus mengetahui Fisik Nabi. Yang kedua dalam mimpi itu tidak mengajarkan ajaran baru. Jika ada yang bilang “Saya mimpi bertemu dengan nabi, nabi menganjurkan salawat 1000 kali 10.000 kali. Salawat - salawat yang belum pernah diajarkan kepada para sahabatnya tapi diajarkan kepada saya dan saya diperintah untuk menyampaikan kepada kalian.” Kok nabi Ahli bid’ah? Mengajarkan yang tidak diajarkan sebelumnya. itu syarat yang kedua. Syarat yang ketiga, kita harus biasa-biasa saja, tidak perlu kita bangga-banggakan, tidak perlu kita ceritakan ke orang lain untuk menunjukkan kelebihannya.

 

QnA

  1. Anak yang nakal itu salah siapa jika melihat Al-Kahfi: 74 tentang Nabi Khidir yang membunuh seorang Anak? Secara asal Al- Imam Ibnul Qayyim berkata bila kita mendapati anak itu nakal maka bisa jadi itu adalah hukuman Allah subhanahu wa taala untuk orang tuanya, yang Allah tidak menghapus dosa orang tua melainkan melalui anaknya. Jadi anaknya nakal ini sebagai penghapus dosa, karena dosa yang pernah dilakukan oleh orang tua tersebut. Tetapi ada saat-saat tertentu juga, anak nakal karena takdir Allah subhanahu wa taala juga, dan ada faktor-faktor lain, kan disebut dalam hadis bahwa orang tuanya yang menjadikan Yahudi dan Nasara. Jadi sebenarnya bukan orang tua saja, ada faktor-faktor lain juga, mungkin karena faktor lingkungan atau karena faktor di mana dia belajar, faktor di mana dia hidup, atau karena faktor pendidikan juga, atau karena memang Hidayah juga Allah menghendaki demikian. Jadi tidak semata-mata melalui orang tua. Kadang Allah menghendaki yang lain. Nah anak ini awalnya baik, anak itu tidak terlihat buruk, ini tidak lepas daripada andil orang tuanya. Tapi menurut catatan takdir Allah, atas kehendak Allah, anak ini menjadi musyrik, dan dengan kesyirikannya itu dia mengajak orang tuanya kepada kesyirikan, sehingga Allah menyuruh Nabi Khidir untuk membunuh anak tadi, jadi kalau Allah sudah menghendaki kafir tidak ada yang bisa menghalanginya meskipun orang tuanya mendidiknya. contohnya Nabi Nuh Alaihi Salam, banyak anak-anak para nabi durhaka & kafir, istri mereka durhaka & kafir, mereka sudah mendidiknya, sudah mengajarkan kepadanya kebaikan, tetapi Hidayah Allah berkata lain. Justru Allah menjadikannya orang kafir. Jadi secara asal, baik-buruk anak itu tidak lepas daripada orang tua. Ini secara asal, tapi ada saat - saat tertentu Allah menghendaki mereka kafir. Ada juga seorang anak hidup pada orang tua yang buruk, tapi mereka menjadi orang Shaleh, Bahkan mereka menjadi ulama besar, ini tidak lepas daripada kehendak Allah subhanahu wa taala. Tapi secara asal itu memang baik buruknya anak tidak lepas daripada orang tua, namun tidak menafikan kehendak Allah subhanahu wataala. Dalam surah Al-Kahfi juga disebutkan demikian, Ketika Nabi Khidir memperbaiki perbendaharaan yang dimiliki oleh dua anak yatim “Sesungguhnya di dalam rumah ini ada harta benda anak yatim dan itu adalah milik orang tua mereka dulu yang Saleh.” Para ulama tafsir mengatakan bahwasanya orang tua mereka dulu Saleh sehingga menurunkan kesalehan kepada dua anak yatim ini, sehingga nabi Khidir mau membantu mereka. Jadi memang ada pengaruh kesalehan orang tua kepada anak. Demikian juga Maryam ketika membawa Nabi Isa Alaihi Salam. Apa kata orang Yahudi? yamaryamana umuka makat umuka bag Wahai Maryam sesungguhnya ibumu bukanlah wanita pelacur dan Bapakmu bukanlah orang jahat.” Artinya Kenapa Maria membawa anak tanpa Bapak? Sedangkan ibunya bukan wanita pelacur. Nah kenapa yang mereka serang ibunya? Para ulama tafsir mengatakan menurut tradisi orang Yahudi terdahulu kalau orang tuanya Saleh pasti anaknya juga Saleh kalau orang tuanya buruk pasti anaknya buruk. Nah ketika mereka melihat dan menduga Maryam itu wanita yang melahirkan anak Tanpa Suami mereka sebut “ibumu bukan wanita pelacur” berarti berdasarkan ayat ini memang secara asal orang tua itu punya pengaruh terhadap anak tapi ada kondisi-kondisi tertentu yang tidak lepas daripada takdir Allah seperti anak Nabi Nuh Alaihi Salam, istrinya Nabi Luth, pamannya Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam. Walaupun mereka didakwahkan namun tetap dalam kekafiran, karena sudah takdir.

 

Bagikan

Jangan lewatkan

Pertemuan 1 Kitab Akhlaq Lil Banin
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

kritik sarannya sangat membantu Saya dan Anda berkembang menjadi lebih baik lagi.