Pembahasan tentang
Akhlak adalah bagian daripada Aqidah yang mana satu kesatuan dan tidak bisa
dilepaskan. Tolok ukur bagusnya Aqidah seseorang dilihat daripada akhlaknya.
Sebab Akhlak merupakan implementasi dari Aqidah.
Nabi bersabda “Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamu.”
(H.R. Bukhari dan Muslim). Implementasi Aqidah yang baik adalah ketika terdapat
Akhlak yang baik. Iman kepada Allah dan Hari Akhir adalah masalah Aqidah. Dan
implementasi Aqidah yang benar adalah memuliakan tamu.
Dan Hadits lain “”Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengucapkan
perkataan yang baik atau diam.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Maka
berkata-kata yang baik merupakan implementasi dari Aqidah yang baik.
Dan Dalil lain “Dan
Rabb-mu menyuruh manusia untuk beribadah kepada-Nya dan selalu berbuat baik
kepada orang tua....” (QS Al-Isra’: 23). Maka seorang mukmin tidak
hanya belajar Aqidah saja, tapi seorang mukmin juga harus belajar tentang
akhlak. Karena sebab dua hal inilah seorang mukmin masuk kepada surga Allah
SWT.
““Yang paling
banyak memasukkan ke surga adalah takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia.”
(HR. Tirmidzi) Bahkan Ketika seseorang tidak berakhlak maka tidak akan
diakui dan dianggap ibadahnya. Ibadah dan ilmunya sudah bagus, Aqidahnya sudah
kuat, tapi jika dia tidak mengimplementasikannya di kehidupan sehari-hari maka
itu tidak dianggap. Karena akhlak itu adalah buah daripada Aqidah yang benar.
Rasulullah pernah
mendapat pertanyaan dari sahabat mengenai tetangganya. "Sesungguhnya
Fulanah melakukan ibadah malam dengan rutin, dia juga bersedekah, tapi dia
menyakiti tetangga-tetangga dengan mulutnya." Rasulullah SAW menjawab,
"Dia tak punya kebaikan sama sekali. Dia termasuk ahli neraka."
Rasulullah ditanya lagi, "Si Fulanah itu sholatnya hanya yang
wajib-wajib saja. Dia menyedekahkan beberapa potong roti keju, namun dia tidak
pernah menyakiti hati tetangganya." Rasulullah kemudian menjawab,
"Dia termasuk ahli surga." (H.R. Baihaqi). Kita tahu
keutamaan dua amalan ini qiyamul lail dan kemudian siangnya dia puasa sunah. Keutamaan
seorang mukmin adalah ia mengerjakan Qiyamul Lail. Shalat yang paling
utama setelah Shalat wajib adalah Qiyamul Lail. Nabi bersabda “Hendaknya
kalian melakukan Qiyamul Lail karena hal itu merupakan kebiasaan para orang
shalih sebelum kalian, karena Qiyamul Lail sebagai bentuk pendekatan seorang
hamba kepada Allah, pencegah dari perbuatan dosa, pelebur kesalahan dan sebagai
penolak sakt dari jasad.” (HR. Tirmidzi)
Begitu pula puasa,
pelindung dari neraka, benteng yang kokoh dan menjadi pelindung kita di
akhirat. Namun karena seseorang tidak ramah dengan lingkungan sosial dan tidak
punya akhlak, maka amalan-amalan tadi tidak bermanfaat. Maka lebih bermanfaat
orang yang ibadahnya biasa saja tapi ramah, daripada ibadahnya kuat tapi tidak
baik dengan tetangga. Kita lihat banyak orang yang belajar Aqidah, tapi semakin
banyak belajar Aqidah justru semakin kaku. Misalnya sama Ahli bidah tidak mau
mengobrol. Kepada Orang kafir saja kita dianjurkan untuk baik, apalagi orang
muslim. Walau mereka awam kita tetap dianjurkan berbuat baik. Maka ini tentunya
tidak hikmah. Maka seorang mukmin hendaknya belajar tentang Aqidah dan akhlak.
Abdullah bin salam
ketika itu meragukan apakah Nabi Muhammad itu benar Nabi yang disebutkan di
Taurat atau tidak. Padahal keberadaan orang Yahudi di Madinah itu untuk
menunggu Nabi tapi mereka tidak mau percaya. Maka pendeta besar Abdullah itu
mau melihat. Ajaran pertama Nabi di Madinah adalah Aqidah, tapi yang dia
tampakkan adalah akhlak. Maka Abdullah berkata “Nabi itu murah senyum. Dan
apa yang diajarkan oleh manusia adalah “Tebarkan senyum, berbuat baik kepada
manusia, dan Shalat malamlah”. Padahal Nabi mengajarkan Aqidah tapi yang
diterapkan sehari-hari adalah akhlak. Hal ini karena dia yakin akan Allah dan
hari akhir. Maka jangan sampai pulang kajian itu marah-marah kepada istrinya,
dia ingin menuntut istrinya seperti Aisyah, tapi kalau istrinya menuntut kita
seperti Nabi Muhammad maka akan repot. Maka seorang mukmin hendaknya mendalami
tentang akhlak.
Dengan apakah
seseorang harus berakhlak? Wajib bagi seseorang untuk berakhlak mulia dan
menghiasi dirinya dengan akhlak mulia. Ingat perhiasan paling berharga dari
diri manusia adalah akhlak. Sesuatu yang tidak tampak disebut abstrak. Akhlak
memang abstrak tapi dia tampak. Maka perhiasan yang paling indah adalah akhlak.
Ia melebihi baju yang paling mahal, indahnya fisik seseorang, tutur katanya
yang bagus, sikapnya yang sangat ramah, mau menyebarkan salam kepada semua
orang.
Maka ulama salaf
Ketika mendengar kabar meninggal seorang ulama mengatakan “Telah meninggal
ilmu dan adab” Karena ulama itu tidak hanya membawa ilmu saja tapi juga
adab. Dari 6000 manusia yang hadir di majelis Ahmad bin Hanbal, hanya 2000 yang
mencatat, 4000 sisanya mempelajari adabnya Ahmad bin Hanbal.
Berakhlak itu agar
selama hidup ia dicintai oleh manusia. Manusia itu secara tabiat mencintai
orang yang bagus akhlaknya. Bahkan musuh ataupun orang kafir pun cinta kepada
kita kalau kita berakhlak. Abdul Qadir Jailani ketika pergi ke Baghdad menuntut
ilmu lalu membawa kantung uang di jubahnya, ketika ia dihadang para begal di
jalan kemudian giliran beliau ditanya “Apakah kamu membawa harta?” Beliau
menjawab “Iya, saya membawa harta di kantong baju saya.” Lalu perampok
itu mengatakan “Kenapa kamu berkata jujur?” Lalu ia berkata “Karena
Ibu saya mengajarkan saya untuk tidak berbohong karena itu adalah akhlak yang
paling buruk.”
Pada salah satu Hadits
Nabi, Seorang sahabat pernah bertanya pada Rasulullah Saw. "Apakah
mungkin seorang mukmin itu kikir?" Rasulullah SAW menjawab: "Mungkin
saja." Sahabat bertanya lagi: Apakah mungkin seorang mukmin
bersifat pengecut?" Dijawab: " Mungkin saja." Sahabat
bertanya lagi, “Apakah mungkin seorang mukmin berdusta?" Rasulullah
menjawab: Tidak" (HR Imam Malik).” Maka kalau seorang mukmin
berbohong hilanglah sifat mukminnya, dan dia tergolong munafik.
Lalu kepala
perampok berikut pasukannya yang membegal Abdul Qadir Al-Jailani itu kemudian bertobat
karena Akhlaknya Abdul Qadir Al-Jailani. Bahkan hewan pun demikian, ketika kita
berbuat baik maka dia akan suka sama kita. Ada hewan yang karena manusia tidak
baik dia lari dan tidak suka, ada yang mencakarnya. Maka hewan tersebut tidak
suka karena akhlaknya manusia tersebut.
Dan Allah pun
Ridho kepada orang yang berakhlak, keluarganya juga akan cinta kepada dia, dan semua
manusia akan cinta kepadanya. Betapa banyak manusia tidak suka dan melihat aneh
sunnah yang kita bawa. Namun Ketika kita menunjukkan akhlak kita maka manusia akan
ikut. Banyak manusia yang memaksakan keluarganya untuk masuk ke sunnah, namun
ini tidak hikmah. Padahal hikmah itu salah satu maknanya adalah bersikap baik.
Kalau kita bersifat hikmah dan berakhlak maka manusia akan ikut kita.
Istri Ustadz waktu
itu ketika kembali dari kajian Ustadz Mizan memakai cadar, lalu orang tua
menentang dan berkata “Kamu kuliah apa pergi kajian? Ajaran apa ini?”
Namun karena Istri Ustadz berakhlak, selalu bertutur kata yang baik, berbakti
dan bersabar, maka hati orang tua ini luluh. Dan sesekali buku yang dibawa
Istri Ustadz ini dibaca, dan kaset kajian Ustadz Yazid, Ustadz Abdul Hakim adad
Ustadz Badrusalam diputar. Mertua Ustdaz ini curi-curi pendengaran, dan akhirnya
memakai cadar. Dari yang awalnya benci, maka mertua lama-lama cinta, dan dari
cinta menjadi ikut. Kata Abdullah bin Mubarak “Kalau kamu cinta maka kamu
pasti akan mengikutinya, karena orang yang mencintai itu akan mengikuti
orang yang dicintai” Maka orang yang dicintai itu tidak lain karena akhlak
yang baik.
Apakah kalian tahu
Kisah Laila Majnun? Dinamakan Majnun karena tergila-gila dengan Laila. Ini
adalah kisah cinta yang tidak direstui, dimana Qais tidak bisa menikah hingga
menjadi majnun (Gila). Qais akhirnya mencium-cium pagarnya Laila, sampai
dikira gila oleh orang lain. Namun Qais berkata “Sesungguhnya aku menciumi
pagar temboknya Laila, bukan karena temboknya tapi karena cinta kepada pemilik
tembok itu.” Inilah kalau sudah cinta. Namun ini cinta versi syahwat ya.
Jadi manusia ketika sudah cinta dia akan mengikuti dan ini sudah tabiat
manusia.
Dan semua manusia
akan cinta kepada semua orang yang memiliki akhlak. Wajib bagi kita juga untuk
menjauhi akhlak yang buruk, supaya tidak dibenci oleh manusia. Allah tidak akan
Ridho, dan manusia pun tidak akan suka padanya, dan keluarganya pun tidak suka
padanya. Ini kalau akhlak yang buruk.
Orang yang beradab
itu adalah ia yang selalu memuliakan orang tuanya. Ini yang pertama. Kemudian
gurunya. Sebab gurunya itu adalah orang tua yang kedua. Sebagaimana dikatakan Syaikh
Muqbil bin Hadi al Wadi'i “Sesungguhnya saya memiliki 2000 anak sekarang”.
Yang dimaksud adalah murid-muridnya. Maka wajib orang yang beradab itu
memuliakan orang tuanya.
Manusia yang
paling berhak menerima sikap Iqrar adalah orang tua. Ketika kita punya
adab untuk memberi, maka yang paling berhak diberi adalah orang tua. Kita
muliakan mereka. Maka Ketika Rasulullah menggabungkan ibadah itu adalah dengan
berbakti orang tua “Dan Rabb-mu menyuruh manusia untuk beribadah kepada-Nya
dan selalu berbuat baik kepada orang tua....” (QS Al-Isra’: 23).
Bahkan orang tua
kita yang kafir pun kita harus bersikap baik kepadanya. Abu Hurairah adalah
orang kafir, tapi dengan akhlaknya yang baik Ibunya kemudian masuk Islam. Kisah
lain juga terjadi pada Asma binti Abu Bakar Ash-Shidiq. Ketika ibunya, Qatilah,
yang masih dalam keadaan musyrik akan datang untuk berkunjung kepadanya, Asma
meminta fatwa kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaklah kamu
menyambung silaturahmi kepada ibumu” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim].
Demikian pula
dengan Muallim sebagai orang tua kedua kita. Dan kata ulama itu minimal
mendoakan ke orang tua itu 5 kali sehari. Kalau tidak maka anak tersebut
durhaka. Banyaklah berdoa sebagaimana doanya Nabi Ibrahim “Rabbana Taqqabal
Minna sholatana” Ketika antum mendoakan orang lain pada doa antum, khususnya
semua orang beriman, maka pahalanya sejumlah orang beriman tersebut baik yang
masih hidup maupun sudah meninggal. Berapa miliar jumlahnya? Kalau kita
menyebutkan doa ini maka pahalanya sebanyak itu pula.
“Rabbi firli
waliwalidayya walimjamaah” Antum bisa berdoa terus menerus secara mutlak. Begitu
pun doa guru-guru antum. Imam Ahmad selalu mendoakan Imam Syafii. Beliau
menjelaskan ketika ditanya anaknya “Sesungguhnya imam Syafii itu Bagai
rembulan yang menerangi manusia.”
Demikian juga
orang yang berakhlak itu selalu memuliakan saudara-saudaranya, orang-orang yang
lebih tua darinya, saudaranya yang lebih tua darinya. Dan semua orang-orang
yang lebih tua darinya, kakak kelasnya, ia harus memuliakan mereka. Kita harus
lebih merendah hati bukan merendah diri. Itu namanya tawadhu’ bukan rendah diri
atau menghinakan diri. Walaupun statusnya orang yang lebih tua dari kita
tersebut lebih miskin, namun dalam agama kita wajib memuliakannya. Strata itu
hanya status sosial saja, namun agama tidak memandang itu. Oleh karena itu, kalau
berhadapan dengan orang yang lebih tua dari kita hendaknya wajib kita muliakan.
Dan hendaknya dia
menyayangi orang yang lebih kecil dari dia. “Bukan golongan kami orang yang
tidak menyayangi yang lebih muda atau tidak menghormati yang lebih tua.” (HR.
at-Tirmidzi no. 1842). Maksud bukan golongan kami adalah tidak sempurna
ittibanya kepada Nabi, karena tidak mengikuti sunnah. Maka kalau ketemu orang
yang lebih tua hendaknya kita muliakan, dan yang lebih kecil hendaknya kita
sayangi. Maka dengan sikap seperti ini, semua orang akan terkena syariat dari Hadits
ini. Jangan sampai kita bersikap semena-mena “Saya lebih tua, maka saya
tidak memuliakannya.” Kalau ada yang kecil maka salah satu bentuk sayang
kita adalah dengan mengalah. Itu yang diajarkan oleh istri Ustadz kepada anak
tertuanya untuk bersikap baik kepada adiknya. Coba kita amalkan Hadits ini maka
kita akan tenang untuk hidup.
Dan menghadapi
orang yang lebih tua maka muliakanlah. Inilah manusia yang berakhlak. Orang
yang berakhlak itu tenang hidupnya. Orang yang tidak berakhlak itu membuat semua
manusia tidak suka dan dadanya akan menjadi sempit, serta dia akan masuk
neraka. Orang yang berakhlak itu selalu jujur dalam berkata, tidak boleh
berbohong. Lawan dari mukmin adalah munafik. Maka orang munafik selalu berkata
bohong. Ciri-ciri kemunafikan ada 3:
- Kalau dia
bicara bohong meskipun hal sepele,
- Kalau dia
sudah berjanji maka dia menyelisihi janjinya,
- Kalau diberi
Amanah dia menghianati.
Maka seorang mukmin
dia pantang dengan sifat-sifat ini. Nabi kalau ingin menghindari ucapan
manusia, maka Nabi ber-Tauriyah. Diriwayatkan oleh Ibnu Hisyâm, ketika
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pasukannya sampai di dekat Safra`
(suatu daerah di dekat Badar); beliau mengutus Basbas dan Ady bin Abi Zaghba`
ke Badar. Keduanya disuruh mencari informasi tentang Abu Sufyan dan rombongan
dagangnya. Dalam riwayat lainnya disebutkan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan Abu Bakar Radhiyallahu anhu juga keluar untuk tujuan ini. Keduanya
bertemu dengan seseorang yang sudah tua. Rasulullah bertanya kepadanya tentang
pasukan Quraisy. Orang tua itu mau menjawab asalkan mereka berdua memberitahu
dari mana asal mereka ? Keduanya setuju. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam memintanya agar bercerita lebih dahulu. Orang itu menjelaskan bahwa ia
mendengar berita tentang Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
Sahabatnya telah berangkat pada hari ini dan ini. Jika si pembawa berita itu
benar, berarti mereka sekarang sudah sampai di tempat ini dan ini. Dan jika si
pembawa berita tentang pasukan Quraisy juga jujur, berarti mereka sekarang
berada di tempat ini dan ini. Setelah menyelesaikan ceritanya, orang itu
bertanya: “Dari mana kalian berdua ?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab: “Kami berasal dari air”. Kemudian keduanya
meninggalkan orang tua itu yang masih bertanya : “Dari air ? Apakah dari air
Irak ?”
Ada juga Hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, no. 13817; Abu Daud, no. 4998 dan
at-Tirmizi, no.1991 dari Sahabat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
bernama Anas Radhiyallahu anhu , seorang laki-laki meminta kepada Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar dibawa serta di atas tunggangannya, lalu
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Aku akan membawamu dengan anak unta.”
Laki-laki itu berkata, “Wahai Rasûlullâh! Apa yang bisa saya perbuat dengan
anak unta?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Apakah ada
unta yang tidak dilahirkan oleh unta betina.”
Demikianlah yang
dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau tetap berkata jujur
meskipun sedang bercanda. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya
aku juga bercanda, namun aku tidak mengatakan kecuali yang benar.” [HR.
Thabrâni]
Dan berislah itu
bisa dilakukan dalam 3 hal. Ibnu Syihab berkata, “Aku tidaklah mendengar
sesuatu yang diberi keringanan untuk berdusta di dalamnya kecuali pada tiga
perkara, “Peperangan, mendamaikan yang berselisih, dan perkataan suami pada
istri atau istri pada suami (dengan tujuan untuk membawa kebaikan rumah tangga).”
(HR. Bukhari no. 2692 dan Muslim no. 2605, lafazh Muslim).
Adapun selain
daripada itu seseorang harus jujur. Akhlak yang paling tinggi seorang muslim
adalah jujur. Nabi Ketika ditanya apakah seorang mukmin bisa pengecut? Bisa, apakah
bisa bakhil? Bisa, apakah bisa berbohong? Tidak. Kalau dia berbohong maka masuk
kepada munafik, dan dia masuk ke neraka yang paling dalam.
Munafik itu ada 2
yaitu ada munafik ittiqodi dan amali. Munafik ititqodi yaitu dia
menampakkan Islam tapi hatinya kafir. Munafik ini ada pada zaman Nabi, tapi ada
juga di zaman sekarang seperti Abu Janda. Kita lihat kalau mereka ngomong maka
akan menyerang Islam, padahal bajunya Islam, fasih membaca dalil, bahkan Nabi
mengatakan "Sesungguhnya apa yang paling aku takutkan pada umatku
adalah orang munafik yang alim secara lisan." (HR. Ahmad) Mereka
menjadi ketua di organisasi Islam tapi bekerja sama dengan Yahudi terlaknat.
Menjadi pembesar organisasi Islam tapi malah kerja sama dengan orang yahudi.
Ini Namanya munafik ittiqodi. Di zaman Nabi golongan ini dipimpin oleh Abdullah
bin Ubay bin Salul. Ciri-cirinya mereka tidak senang dan benci jika Islam
menang.
Munafik ittiqodi
lebih kafir dari orang-orang kafir. Dalilnya “Sungguh, Allah akan
mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di neraka Jahanam.”
(An-Nisa: 140) dan juga “Sungguh, orang-orang munafik itu
(ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.” (An-Nisa:
145). Mereka lebih parah siksaannya daripada orang kafir, karena mereka itu
musuh dalam selimut. Bahkan di zaman Nabi, mereka ikut majelis Nabi, belajar
dari Nabi secara langsung, tapi membocorkan rahasia kaum muslimin. Dan kaum
muslimin kesusahan melawan mereka.
Kemudian munafik amali
adalah munafik secara perbuatan. Kalau munafik secara perbuatan masih dalam
kategori muslim, dosanya masih biasa saja. Seperti bohong, menyalahi janji, dan
tidak amanah. Dosanya dosa biasa. Ini munafik amali. Ustadz prihatin karena
masih mendengar, kalau mendapati temannya itu berbohong, maka langsung divonis
dengan membawakan Dalil “Kalau munafik maka kafir” Makanya Ustadz ketawa
kenapa masih ada yang membawakan dalil ini karena memang ada mukmin yang buruk
akhlaknya maka ia selalu berkata bohong, tapi belum tentu kita langsung
menghakimi kafir.
Muslim yang
akhlaknya bagus selalu bersifat tawadhu’ yang membawa menjadi mulia, bukan
rendah diri yang membawa menjadi hina. Apa itu rendah hati? Nabi bersabda “...dan
tidak ada seorangpun yang bersifat tawadhu’ (merendahkan diri) karena Allah,
melainkan Allah akan mengangkat derajatnya”. (HR. Muslim, No: 2588).
Orang tawadhu’itu selalu mulia. Allah mengangkat derajatnya.
Termasuk di antara
bisikan setan itu mendorong kita untuk bersifat rendah diri dan mau dihinakan
oleh orang. Bahkan lawan dari tawadhu’itu sombong, dan tidak akan masuk kepada
surga kalau ada sifat kesombongan walau seberat tepung.
Definisi tawadhu’
ada beberapa
- Menghargai
orang yang lebih muda
- Kata Syekh
Abdul Razak tawadhu’ itu engkau mau belajar kepada muridmu sendiri. Dan ustadz
sering mengamalkan ini kepada murid-murid yang sudah masuk S1 dan Lipia. Namun
justru mereka tidak memahami tawadhu’ sehingga murid-murid ini semakin
sombong.
- Definisi
tawadhu’ yang paling bagus adalah definisinya Al-Imam, Hasan Al-Bashri "Tawadhu
adalah engkau keluar rumah dan tidaklah engkau berjumpa dengan
seorang muslim melainkan engkau memandangnya lebih utama dibandingkan
denganmu."
Munculkan di dalam
hati dan pikiranmu, “Kalau dia lebih tua, maka katakanlah dia lebih dulu
mengenal Islam darimu. Kalau dia lebih muda, maka dia lebih sedikit dosa. Kalau
lebih miskin maka lebih sedikit hisabnya, kalau dia lebih kaya dia lebih banyak
berderma.” Bahkan kalau bertemu ahli maksiat, maka tanamkan di pikiran
kita “Siapa tahu dia nanti diberikan hidayah.” Ketika bertemu dengan semua
orang, hadirkan pada hati kita bahwa semua orang lebih baik dari kita. Kalau
kita mendapati sifat seperti ini, maka tidak akan kita dapati sifat sombong
pada diri kita.
Kemudian orang
yang berakhlak itu bersabar akan ujian yang menimpanya. Sabar akan buruknya
akhlak tetangganya. Imam Ahmad Ketika ditanya apa itu akhlak? Beliau menjawab “Akhlak
yang paling tinggi itu engkau tidak marah.” Sebab jika orang yang tidak
marah, maka dia bisa mengontrol dirinya.
Marah itu adalah
awalnya menjadi gila, kemudian akhirnya menyesal. Kalau sudah marah itu sudah
keluar semua sifatnya, dan tidak ubah seperti orang gila. Pada akhirnya kalau
sudah normal maka dia akan menyesal. Maka seorang mukmin adalah dia yang
bersabar menahan diri. Berkata Syekh Islam Ibnu Taimiyah “Bersabar itu pil
yang sangat pahit sekali, tapi akhirnya itu lebih manis daripada madu.”
Orang seperti ini akan mendapatkan kemuliaan. Ini termasuk akhlak yang sangat
mulia. Bahkan Nabi mengatakan ““Seorang mukmin yang bergaul di tengah
masyarakat dan bersabar terhadap gangguan mereka, itu lebih baik dari pada
seorang mukmin yang tidak bergaul di tengah masyarakat dan tidak bersabar
terhadap gangguan mereka” (HR. Tirmidzi). Punya istri yang rewel hendaknya
sabar. Karena bisa saja dengan kesabaran itu, istri yang tidak suka tadi
menjadi cinta. Banyak kita membaca kisah di mana awalnya istrinya tidak suka, namun
karena dia banyak bersabar lama-lama istrinya menjadi cinta.
Lalu dia tidak
boleh memutuskan silaturahmi dengan anak-anaknya. Ini sifat-sifat berakhlak.
Tidak boleh memukul dan berdebat. Debat ini termasuk akhlak yang sangat buruk.
Jadi orang yang mulia itu tidak boleh berdebat. Kata Nabi SAW ““Aku akan
menjamin rumah di tepi surga bagi seseorang yang meninggalkan perdebatan
meskipun benar. Aku juga menjamin rumah di tengah surga bagi seseorang yang
meninggalkan kedustaan meskipun bersifat gurau. Dan aku juga menjamin rumah di
surga yang paling tinggi bagi seseorang yang berakhlak baik.” (H.R. Abu
Daud).
Ada keutamaan
orang yang meninggalkan debat. Dan termasuk di antara akhlak yang paling mulia seorang
muslim yaitu tidak berdebat. Mengalah itu lebih baik. Jadi ketika ada manusia
mencaci maki Al Imam Asyafi'i, apa kata Imam Syafi'i? “Diamku adalah
Jawabanku. Saya tidak mau melayani orang-orang yang mengajakku debat.” Mereka
tidak mau berdebat karena sifat orang Mulia itu tidak berdebat. Imam Malik
ketika diajak musuhnya berdebat, apa kata beliau “Agama saya sudah sempurna
apa yang mau didebat?” Islam sudah sempurna, apa yang mau didebatkan. Beliau
tidak mau berdebat. Ini akhlaknya orang mukmin yang Sholeh. Bahkan Nabi
memberikan jaminan masuk surga meskipun dia benar namun dia meninggalkan debat.
Kemudian sifat
orang yang berakhlak itu adalah tidak meninggikan suara ketika berbicara.
Demikian juga tertawa itu tidak usah tinggi-tinggi. Sifat orang yang mukmin
yang mulia akhlaknya itu tertawanya jangan terlalu keras. Bicaranya juga jangan
terlalu tinggi-tinggi. Nabi Sallahu Ali wasam telah mencontohkan.nya Tertawanya
nabi Sallahu Ali wasallam itu adalah tersenyum, paling tinggi tertawanya nabi
itu hanya kelihatan gigi-giginya, hanya kelihatan langit-langit mulut. Tidak
sampai keluar semua isi perutnya.
Ketawanya nabi
hanya tersenyum saja dan nabi jarang tertawa. Dari Anas radhiyallahu anhu,
Telah bersabda Rasulullah sallallahu alaihi wasallam "Sekiranya kalian
melihat apa yang aku lihat niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak
menangis." Mereka bertanya: "Apa yang engkau lihat wahai
Rasulullah ?" Beliau menjawab : "Aku melihat surga dan neraka".
(Hadits Riwayat Muslim). Waktu Isra, Nabi melihat surga dan neraka. Ini
membuat nabi itu selalu menangis dan tertawanya sedikit. Dan Ustadz melihat ada
orang-orang tua yang umur 80 tahun ketawanya sampai terpingkal-pingka. Ustadz mentadabburi
“Apakah mereka tidak ingat mati ya? tertawanya Luar biasa ya.” Orang-orang
yang sudah tua itu umur 80an tahun 90-an tahun. Maka seorang mukmin hendaknya selalu
memikirkan akhirat. Banyak ketawa akan mematikan hati. Hindari banyak ketawa
karena banyak ketawa akan mematikan hati. Banyak Makan, banyak bicara, banyak
tidur, dan banyak ketawa akan mematikan hati.
Nabi SAW
tertawanya hanya tersenyum saja dan senyuman nabi itu indahnya luar biasa. Iya
senyuman nabi itu indah sekali. Dan Ustadz -semoga tidak termasuk
membicarakan kebaikan ya, dan semoga ini termasuk tahadusbinikmatillah karena
Ustadz tidak enak menceritakan sebenarnya- Ustadz pernah dimimpikan berdiri
di sebuah rumah, kemudian di samping pagar itu ada seorang laki-laki di mana senyuman
begitu indah sekali, senyuman dengan bibir yang kemerah-merahan manis.
Senyumnya begitu indah luar biasa. Lalu disebutkan di mimpi itu, “Lihatlah
orang ke arah sana dialah Muhammad Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam” Senyumnya
begitu indah. Ketika Ustadz bangun dari tidur maka keindahan itu Ustadz rasakan
sehari penuh di mana masih terkesan dengan keindahan itu. Ustadz sangat
terkesan dengan senyuman yang luar biasa. Semoga ini bukan termasuk
berbangga-bangga dengan kebaikan, semoga ini tahadus binikmatillah.
Artinya kesan yang Ustadz perhatikan di situ adalah sebuah senyuman begitu luar
biasa. Keindahan senyuman.
Antum pernah
melihat dalam mimpi Rasulullah sallallahuaihi Wasallam? Semoga ya. Nabi
bersabda ““Barang siapa melihatku dalam mimpi, maka dia benar-benar telah
melihatku. Sesungguhnya setan tidak dapat menjelma sepertiku.” (HR
Muslim). Tetapi dia harus belajar tentang fisik nabi SAW. Bisa jadi setan
menyerupai Pak Ghazali. Maka kita hendaknya harus belajar bagaimana fisik nabi
sallallahuaihi wasallam, bagaimana mukanya, bagaimana senyumannya, bagaimana
postur tubuh beliau. Sehingga orang yang mimpi melihat nabi SAW dia harus
mengetahui bagaimana fisik Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam.
Banyak manusia
mimpi ketemu dengan nabi SAW namun ada syaratnya. Yang pertama dia harus
mengetahui Fisik Nabi. Yang kedua dalam mimpi itu tidak mengajarkan ajaran
baru. Jika ada yang bilang “Saya mimpi bertemu dengan nabi, nabi
menganjurkan salawat 1000 kali 10.000 kali. Salawat - salawat yang belum pernah
diajarkan kepada para sahabatnya tapi diajarkan kepada saya dan saya diperintah
untuk menyampaikan kepada kalian.” Kok nabi Ahli bid’ah? Mengajarkan yang
tidak diajarkan sebelumnya. itu syarat yang kedua. Syarat yang ketiga, kita
harus biasa-biasa saja, tidak perlu kita bangga-banggakan, tidak perlu kita
ceritakan ke orang lain untuk menunjukkan kelebihannya.
QnA
- Anak yang nakal
itu salah siapa jika melihat Al-Kahfi: 74 tentang Nabi Khidir yang
membunuh seorang Anak? Secara asal Al- Imam Ibnul Qayyim berkata bila kita
mendapati anak itu nakal maka bisa jadi itu adalah hukuman Allah subhanahu
wa taala untuk orang tuanya, yang Allah tidak menghapus dosa orang tua
melainkan melalui anaknya. Jadi anaknya nakal ini sebagai penghapus dosa,
karena dosa yang pernah dilakukan oleh orang tua tersebut. Tetapi ada
saat-saat tertentu juga, anak nakal karena takdir Allah subhanahu wa taala
juga, dan ada faktor-faktor lain, kan disebut dalam hadis bahwa orang
tuanya yang menjadikan Yahudi dan Nasara. Jadi sebenarnya bukan orang tua
saja, ada faktor-faktor lain juga, mungkin karena faktor lingkungan atau
karena faktor di mana dia belajar, faktor di mana dia hidup, atau karena
faktor pendidikan juga, atau karena memang Hidayah juga Allah menghendaki
demikian. Jadi tidak semata-mata melalui orang tua. Kadang Allah
menghendaki yang lain. Nah anak ini awalnya baik, anak itu tidak terlihat
buruk, ini tidak lepas daripada andil orang tuanya. Tapi menurut catatan
takdir Allah, atas kehendak Allah, anak ini menjadi musyrik, dan dengan kesyirikannya
itu dia mengajak orang tuanya kepada kesyirikan, sehingga Allah menyuruh
Nabi Khidir untuk membunuh anak tadi, jadi kalau Allah sudah menghendaki
kafir tidak ada yang bisa menghalanginya meskipun orang tuanya
mendidiknya. contohnya Nabi Nuh Alaihi Salam, banyak anak-anak para nabi
durhaka & kafir, istri mereka durhaka & kafir, mereka sudah
mendidiknya, sudah mengajarkan kepadanya kebaikan, tetapi Hidayah Allah
berkata lain. Justru Allah menjadikannya orang kafir. Jadi secara asal, baik-buruk
anak itu tidak lepas daripada orang tua. Ini secara asal, tapi ada saat -
saat tertentu Allah menghendaki mereka kafir. Ada juga seorang anak hidup
pada orang tua yang buruk, tapi mereka menjadi orang Shaleh, Bahkan mereka
menjadi ulama besar, ini tidak lepas daripada kehendak Allah subhanahu wa
taala. Tapi secara asal itu memang baik buruknya anak tidak lepas daripada
orang tua, namun tidak menafikan kehendak Allah subhanahu wataala. Dalam
surah Al-Kahfi juga disebutkan demikian, Ketika Nabi Khidir memperbaiki
perbendaharaan yang dimiliki oleh dua anak yatim “Sesungguhnya di dalam
rumah ini ada harta benda anak yatim dan itu adalah milik orang tua mereka
dulu yang Saleh.” Para ulama tafsir mengatakan bahwasanya orang tua
mereka dulu Saleh sehingga menurunkan kesalehan kepada dua anak yatim ini,
sehingga nabi Khidir mau membantu mereka. Jadi memang ada pengaruh
kesalehan orang tua kepada anak. Demikian juga Maryam ketika membawa Nabi
Isa Alaihi Salam. Apa kata orang Yahudi? yamaryamana umuka makat umuka
bag “Wahai Maryam sesungguhnya ibumu bukanlah wanita pelacur dan
Bapakmu bukanlah orang jahat.” Artinya Kenapa Maria membawa anak tanpa
Bapak? Sedangkan ibunya bukan wanita pelacur. Nah kenapa yang mereka serang
ibunya? Para ulama tafsir mengatakan menurut tradisi orang Yahudi
terdahulu kalau orang tuanya Saleh pasti anaknya juga Saleh kalau orang
tuanya buruk pasti anaknya buruk. Nah ketika mereka melihat dan menduga
Maryam itu wanita yang melahirkan anak Tanpa Suami mereka sebut “ibumu
bukan wanita pelacur” berarti berdasarkan ayat ini memang secara asal
orang tua itu punya pengaruh terhadap anak tapi ada kondisi-kondisi
tertentu yang tidak lepas daripada takdir Allah seperti anak Nabi Nuh
Alaihi Salam, istrinya Nabi Luth, pamannya Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi
Wasallam. Walaupun mereka didakwahkan namun tetap dalam kekafiran, karena
sudah takdir.
kritik sarannya sangat membantu Saya dan Anda berkembang menjadi lebih baik lagi.